Rabu 13 May 2015 16:52 WIB

UU Perbankan Butuh Sinergi Antarregulator

Rep: c84/ Red: Satya Festiani
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad
Foto: Republika/Agung Supri
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad mengatakan adanya sinergitas baik antar regulator maupun antara industri bank dengan industri keuangan lainnya menjadi hal wajib yang perlu masuk dalam RUU Perbankan yang sedang digodok pemerintah dan DPR.

Hal ini diperlukan, lantaran menurutnya, peranan teknologi dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, ia perkirakan akan mengubah peta dan wajah perbankan Indonesia dimana kecepatan dan ketepatan menjadi indikator utama industri bank seiring kemajuan teknologi. Dalam pandangannya bukan tidak mungkin, alat non tunai semakin menarik perhatian masyarakat di masa mendatang.

"Kita sudah membuat sampel dimana 80 persen menginginkan multi channel, dia memiliki kantor cabang tetapi itu akan tertinggal kalau bank tidak responsif. Harus ada channel-channel lain, mobile banking, internet banking," ujarnya dalam seminar ekonomi Strategi Mewujudkan Arsitektur Sistem Keuangan dan Perbankan Nasional yang Tangguh, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (13/5).

Hal itulah yang membuat koordinasi antar regulator menjadi isu penting yang harus dibangun dalam RUU Perbankan. Harmoniasasi antar regulator, lanjutnya, perlu diperhatikan demi mengantisipasi adanya persinggungan kewenangan antara OJK dan Bank Indonesia (BI).

"Jadi, mau tidak mau ke depan semangatnya semangat kordinasi dengan realitas yang kita saksikan. Ini juga memberikan manfaat untuk saling kontrol," lanjut Muliaman.

Industri perbankan, ia katakan, menjadi sektor utama dalam mendorong perekonomian nasional, namun adanya Loan to Deposit Ratio (LDR) yang semakin mencekik leher dan ketersediaan dana hanya jangka pendek, membuat tuntutan pembiayaan infrastruktur semakin sulit terealisasikan. Untuk itu, ia menilai dalam RUU Perbankan, nantinya harus memasukkan klausul adanya sinergitas antara industri perbankan dengan industri keuangan lainnya. Menurutnya, sinergi ini dilakukan agar tuntutan pembiayaan infrastruktur yang memiliki sifat jangka panjangan tersebut bisa tercapai.

 

"Makanya kita mesti geser sedikit bagaimana bank base sistem menjadi market base environment kita geser dan pembiayaan jangka panjang bisa dialihkan ke pasar modal atau asuransi. Oleh karena itu memerlukan diskusi panjang," tambahnya.

 

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad menyatakan pihaknya sedang mempersiapkan UU perbankan dan UU bank sentral yang saat ini ia dinilai kondisi di lapangan belum terintegrasi dengan baik.

"Kita ingin terkoordinasi dengan baik dalam sebuah keharmonisan. Makro dan Mikroprudensial masih sisakan grey area yang bisa timbulkan masalah," kata Fadel.

Selain itu, Fadel juga berharap bank-bank Indonesia mampu menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri. Dalam waktu dekat, Komisi XI kata dia, akan memanggil para stakeholder membahas hal ini.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) Sigit Pramono memperingatkan bahwa persaingan industri perbankan akan semakin ketat mejelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), persaingan di industri perbankan akan semakin ketat.

"Konsolidasi di industri perbankan menjadi sebuah keniscayaan jika tidak ingin tertinggal," ujar Sigit.

Ia menamabahkan, konsolidasi perbankan menjadi suatu yang diperlukan namun kondisi ini ia nilai masih menjadi hal yang tabu dilakukan di Indonesia. Terkait RUU Perbankan, Sigit mengharapkan adanya kejelasan antara kewenangan BI dan OJK.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement