REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Guru Besar Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan menilai revisi Undang-Undang Pemda yang akhirnya menghasilkan UU Nomor 9 Tahun 2015 adalah untuk penyesuaian wewenang kepala daerah yang selama ini dirasa belum efektif.
"Revisi UU Pemda sudah dilakukan beberapa kali mulai UU 22/1999, UU 32/2004 sampai UU 9/2015. Kita menilai tidak efektif kalau semua urusan pemerintah pusat diserahkan ke daerah karena kapasitas daerah belum memadai untuk mengelola urusan tersebut," kata Djohan di Jakarta, Rabu (13/5).
Hal tersebut dikatakan Djohan setelah dirinya menjadi narasumber dalam acara seminar nasional bertajuk 'Kapasitas Lembaga dan Dinamika Pencegahan Konflik di Indonesia' di Hotel Luwansa, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta.
Dia menilai UU Pemda yang baru telah menyesuaikan penyerahan urusan pusat ke kabupaten-kota dengan kapasitas yang tersedia. "Harusnya otonomi daerah harus dipahami sebagai penyerahan sebagian urusan pemerintah pusat ke pemerintah daerah baik kabupaten maupun kota tapi tidak semua kebijakan strategis," ujar Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri itu.
Dia mencontohkan di sektor pendidikan, di mana urusan pendidikan dasar bisa diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota. Sementara untuk tingkat menengah dan Perguruan Tinggi dikelola oleh pusat melalui Pemerintah Provinsi.
"Begitu juga sektor lain, seperti kehutanan dan pertambangan. Hal-hal strategis tetap diurus oleh pemerintah pusat," ucapnya.
Djohan menambahkan, dengan UU Pemda yang baru, akan memudahkan kontrol pusat terhadap pemerintah daerah dan masyarakat sipil juga akan lebih kuat dalam memantau pelaksanaan kebijakan di wilayahnya.
"Jumlah kabupaten-kota sekitar 512, sementara Provinsi hanya 34. Ini memudahkan pemerintah pusat melakukan kontrol. Publik juga bisa lebih kuat dalam memantau pelaksanaan kebijakan karena diserahkan ke Gubernur bukan di Kabupaten atau Kota lagi yang pengawasannya sangat sulit," katanya.