REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik timur tengah dari Universitas Indonesia (UI), Yon Machmudi menilai Amerika Serikat (AS) harus mengevaluasi kebijakan luar negerinya di kawasan Timur Tengah, khususnya Palestina. Hal itu menyusul pengakuan yang diberikan oleh Vatikan terhadap Palestina.
"Dengan adanya pengakuan Palestina oleh Vatikan, Israel tentu merasa dirugikan. Mereka dipastikan sudah melakukan pembicaraan dengan sekutunya, AS untuk melakukan lobi-lobi politik. Namun posisi AS saat ini kurang menguntungkan," jelasnya saat dihubungi ROL, Kamis (14/2).
Ia menilai, AS saat ini mulai kurang mendapat dukungan dari sekutunya di Timur Tengah. Salah satunya adalah dari gagalnya pertemuan antara Presiden Barrack Obama dengan Raja Arab Saudi, Salman, beberapa waktu lalu.
Meski pembatalan pertemuan dinyatakan terkait dengan gencatan senjata antara Arab Saudi dengan Yaman, AS dinilai mesti tetap waspada dengan pergerakan politik di Timteng.
"AS sepertinya harus mengevaluasi kebijakan luar negeri mereka di Timteng. AS sendiri masih punya kepentingan politik dan ekonomi yang kuat di kawasan tersebut," katanya.
Yon menjelaskan, bukan tidak mungkin jika AS akan ikut memberikan dukungan terhadap Palestina. Sebab, AS akan tetap mempertimbangkan pengaruh dukungan internasional terhadap negara itu.
"Sikap politik AS kini cenderung lebih pragmatis. Bukan tidak mungkin, pada akhirnya AS pun mengakui fakta bahwa Palestina memiliki hak untuk merdeka secara penuh," tandasnya.