Kamis 14 May 2015 16:00 WIB

Ketua PBNU Ungkap Mark Up Dana Madrasah di Kemenag.

Rep: C94/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Slamet Effendi Yusuf (kiri).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Slamet Effendi Yusuf (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) meminta agar pemerintah mengawasi dana pendidikan yang diperuntukkan bagi madrasah. Pasalnya, disinyalir ada oknum yang memotong dana bantuan bagi setiap lembaga madrasah di Indonesia.

Ketua PBNU Slamet Effendy Yusuf menjelaskan, Undang Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan sekurang-kurangnya 20 persen APBN dan APBD dialokasikan untuk pendidikan. Hal itu dipertegas dengan UU Pendidikan.

Slamet mengatakan, dana APBN dan APBD untuk pendidikan jumlahnya beaar diterima Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama (kemenag). Menurut dia, saat ini dana tersebut perlu pengawasan yang ekstra. Tujuannya agar penggunanya benar diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan.

"Jangan sampai alokasi dana habis oleh birokrasi pendidikan yang kaya adalah penyelenggara birokrasi pendidikan. Tetapi kenyataan dilapangan intitusi pendidikan masih sangat memprihatinkan terutama pendidikan madrasah," katanya kepada Republika, Kamis (14/5).

 

Slamet mengakui  sejak adanya anggaran di Kemenag, sekolah madrasah mempunyai bantuan yang cukup signifikan. Sehingga, banyak madrasah membangun gedung barunya. Selain itu, madrasah dkbantu dengan Biaya Oprasional Siswa (BOS) dan bantuan penunjang lainnya.

"Namun hal itu perlu dilakukan peningkatan pada seluruh bidang termasuk prasarana seperti alat yang menunjang pendidikan berupa buku dan komputer serta gedungnya."

Dikatakan Slamet, meski anggaran cukup besar dalam praktiknya korupsi di bidang tersebut marak terjadi. Hal itu terbukti banyak pejabat dibidang pendidikan 'dipesantrenkan' (dipenjarakan).

Ketua Bidang Kerukunan Agama Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut menjelaskan, banyak bantuan bagi madrasah yang kwaliatasnya dinilai luar biasa buruk akibat di -mark up terlalu besar. Hal itu terbukti ketika sesampainya pada madrasah dengan hasil sangat mengecewakan.

Dia mencontohkan, madrasah di bawah binaannya pernah mendapatkan bantuan sebanyak 10  komputer seharga Rp 15 juta per unit. "Wong baru tiga bulan saja sudah tak terpakai akibat cepat rusak," ungkapnya.

Kemudian, ia mengungkap, marak terjadi praktik yang dilakukan oleh oknum tertentu untuk mendapat bagian beberapa persen dari bantuan madrasah yang diterima. "Saya terus terang sama Anda bahwa madrasah binaan saya menerima batuan 100 persen."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement