Kamis 14 May 2015 23:55 WIB

KAHMI: Presiden tak Memiliki Wibawa Galang Sumber Daya Politik

Rep: C24/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kondisi pasar menyiratkan bahwa para investor khawatir apakah Presiden Indonesia Joko Widodo memiliki ketangguhan untuk melaksanakan reformasi yang diperlukan.
Foto: CNN
Kondisi pasar menyiratkan bahwa para investor khawatir apakah Presiden Indonesia Joko Widodo memiliki ketangguhan untuk melaksanakan reformasi yang diperlukan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Departemen Pembangunan Karakter Bangsa Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI NASIONAL) Mohammad Nasih beranggapan presiden tidak memiliki kewibawaan sehingga secara politik posisi presiden lemah.

"Kepemimpinan yang lemah dan tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk mengkonsolidasikan sumber daya politik. Presiden tidak memiliki kewibawaan yang cukup untuk itu," ujar Nasih dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Kamis (14/5).

Doktor Ilmu Politik ini menjelaskan kewibawaan itu adalah kekuatan yang bisa membuat kekuatan-kekutan politik atau poros-poros kekuasaan lain mengikuti instruksi presiden. Baik pemimpin-pemimpin dalam poros kekuasaan yang merupakan struktur negara, maupun di luar negara, sepeti pemimpin parpol.

"Mestinya para ketum parpol berada di bawah superioritas Jokowi sebagai presiden kepala negara. Namun, yang nampak tidak demikian. Bahkan institusi kepolisian pun seolah tidak begitu mengindahkannya," jelas Nasih.

Meskipun demikian menurut Nasih presiden tidak sepenuhnya salah, meski dia beranggapan presiden merupakan sumber dari kesalahan. Sebab, seorang yang mau menjadi pemimpin, seharusnya mengukur diri.

Kalau kemampuan dan kekuatan belum cukup, walaupun didorong oleh apa pun, mestinya tidak maju. Dan kalau tidak mampu, sebaiknya mundur saja. Agar diganti oleh orang lain yang memiliki kemampuan cukup dan memiliki kewibawaan yang cukup untuk menggerakkan struktur-struktur negara.

Menyikapi hal tersebut dia menyerukan kepada seluruh mahasiswa Indonesia untuk melakukan gerakan aksi berdemonstrasi pada tanggal 20 Mei guna menanggapi situasi nasional yang makin buruk.

Saat ditanya kenapa mahasiswa bukan buruh yang lebih mudah dimobilisasi untuk diajak berdemonstrasi dia menjawab, "Buruh harus kerja. Kalau tidak kerja, tidak makan. Mahasiswa punya banyak waktu luang.

Syukur-syukur, buruh dan yang lain mau gabung buat gerakan besar,"  paparnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement