REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Cerita anak menjadi judul proyek kolaborasi seniman Australia dan Indonesia untuk memperkenalkan seni teater kepada anak-anak. Proyek ini akan mengambil kisah perjalanan pencari imigran di laut lepas, yang mengambil sisi pandangan dari anak-anak.
Polyglot Theatre, kelompok seniman teater asal Australia kembali ke Indonesia pada pekan ini untuk mengembangkan sebuah karya teater baru bekerja sama Papermoon Theatre, yang berbasis di Yogyakarta.
Kolaborasi yang angkat perspektif anak-anak soal pencarian suaka
Untuk ketiga kalinya kelompok seniman dari dua kelompok ini mencoba menggabungkan gaya dan budaya yang berbeda. Kali ini kolaborasi akan difokuskan pada seni teater bagi anak-anak.
Proses produksinya akan mengambil tempat di Lasem, Jawa. Desa nelayan ini sudah berabad-abad ditinggali oleh keluarga imigran asal Cina dan umat Muslim yang berbagi tempat.
'Cerita Anak' terinspirasi oleh kisah nyata seorang anak di mendarat di Christmas Island, sebelum ke Australia, sekitar setahun yang lalu.
"Simbol dari perahu memiliki begitu banyak arti dari cerita masyarakat sekitar, negara dan budaya," seperti yang dikatakan Sue Giles, Direktur Artistik dari Polyglot Theatre dalam sebuah pernyataan yang diterima ABC belum lama ini.
"Proyek ini merupakan salah satu penghubung antara Indonesia dan Australia, yang sama-sama kedatangan para migran dan mereka yang menjelajahi dunia," tambahnya.
Menurut Giles kolaborasi kelompoknya dengan Papermoon menempatkan perspektif anak-anak tentang kehidupan dan laut.
Di samping proyek baru ini, Polyglot sedang mengembangkan tempat bermain baru bagi anak-anak dan keluiarga di Federation Square, Melbourne pada bulan Juni mendatang, yang juga merupakan musim liburan sekolah.
Ruang bermain yang akan disebut Boats ini akan menghadirkan puluhan kapal sederhana.
Bentuk permainannya akan lebih bersifat interaktif dengan menjadikan ruang kota terbuka disulap seperti laut dihiasi dengan cerita dan ide-ide dari kisah dan petualangan para imigran.