Jumat 15 May 2015 14:14 WIB
Didi Petet meninggal dunia

Begini Cara Didi Petet Mendidik Anak-anaknya

Rep: C93/ Red: Karta Raharja Ucu
Didi Petet
Foto: Republika/M. Akbar
Didi Petet

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanaman akidah Islam kepada anak, bisa dilakukan sejak dini. Upaya itu tentu membutuhkan totalitas kerja yang berat. Seperti yang dilakukan almarhum Didi Petet.

Diambil dari sumber data Republika, ayah enam anak itu mengakui sulitnya mengajarkan akidah kepada anak-anaknya. Sebab, dari awal anak mengenal baca-membaca, Didi merasa berkewajiban harus melibatkan diri dalam kesibukan anak.

Tak sekadar memantau kesibukan anak. Didi betul-betul mengikuti kegiatan yang sama dengan anaknya. Jika anak sedang mengaji maka dia ikut mengaji. Ini dilakukan untuk memberi contoh yang benar secara langsung kepada anak. Apalagi pada usia itu anak-anak belum bisa membedakan mana perilaku dan sikap yang baik dan benar. Hasil keterlibatan secara langsung ini akan berbeda dibanding petuah atau anjuran orang tua saja.

Meski begitu, tak semua kegiatan anak memerlukan keterlibatan orang tua secara langsung. Didi dan istrinya sepakat pendekatan ini diperlukan untuk masalah pendidikan. Tentu saja tidak semua waktu pengajian dan pendidikan anaknya, dia ikuti semua. ''Hanya waktu-waktu tertentu yang memungkinkan pola pengajaran seperti itu,'' ujar alumnus Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu.

 

Saat ini, jika dinilai, kerja keras dia membimbing anak sejak usia dini cukup berhasil. Anak pertama, Getar Jagad Raya (20 tahun) yang sudah kuliah di IKJ, cukup dewasa membatasi pergaulan. Didi seperti melihat cermin dia sendiri pada anak pertamanya itu. Soalnya, meski dia kini bisa mbambung ('menggelandang') dengan kawan-kawannya sesama mahasiswa, dia tahu batasan dalam menghadapi persoalan hidupnya sendiri secara dewasa. ''Saya dulu waktu mahasiswa juga seperti dia. Sama-sama memiliki kebebasan yang hanya saya sendiri yang memahami batasannya,'' ujar Didi.

Tentu tidak semua anaknya harus mengikuti jejak sang ayah. Masing-masing anak, lanjut Didi, memiliki karakteristik yang berbeda. Untuk itu, dia lebih longgar menyikapi perbedaan perilaku, selera, dan gaya hidup anak-anaknya itu. Didi membebaskan apapun yang bisa dilakukan anak selama tidak melanggar koridor norma dan nilai-nilai tertentu.

 

Pemberian kebebasan bertindak ini dia terapkan kepada lima anaknya yang lain. Di antara mereka Nabila Masyana (15 tahun) yang kini sekolah di SMP kelas 2, Jaro Petang Sulaiman (11) sekolah di Al Hikam Pondok Labu, Sabana Iman Akbar (8) di Al Azhar Pamulang, Dayana Sabila (7) Al Azhar, dan Batara Irja (4) yang masih TK di Al Azhar.

Istri Didi, Utje Sriasih, selama ini memang lebih akrab dengan anak-anak mereka ketimbang Didi sendiri. Pasalnya, waktu yang dihabiskan untuk anak memang jauh lebih besar. Kadang anak lebih suka mengungkapkan masalah mereka kepada istrinya. Sedangkan Didi menempatkan diri pada posisi bapak yang memiliki kharisma.

 

Peran ini penting, untuk memberi peringatan kepada anak-anak secara simbolis, agar mereka tidak main-main dengan hal-hal yang membuat ayahnya marah. Tentu saja, segala sesuatu yang menyimpang dari akidah dan kaidah umum yang berlaku. ''Sampai kini semua anak saya bisa menghindari dan mencegah secara dini dari pola pergaulan seks bebas, narkoba, dan bentuk penyimpangan perilaku lain,'' ucap dia.

Kendati memposisikan diri sebagai penjaga moral yang garang, namun Didi tak membiarkan posisi itu mengurangi rasa kekeluargaan dan kebersamaan antara orang tua dan anak. Setiap ada waktu, Didi dan anak-anaknya menyempatkan diri untuk bercengkerama bersama usai shalat, makan atau waktu luang lain. Bagi anak-anaknya yang masih kecil, kegiatan ini sangat membantu menjalin hubungan kehangatan di antara mereka.

 

Soal komunikasi dan proses pendidikan, Didi dan Utje amat peduli pada kondisi anak. Mereka sepakat, proses pendidikan anak harus menyesuaikan dengan kondisi usia anak-anak. Didi tidak ingin mengharuskan anak-anaknya mengikuti pengajian secara terjadwal. Baginya, biarlah guru mengaji mengikuti jadwal kegiatan anak-anaknya.

 

Ini dilakukan karena pada dasarnya dunia anak adalah dunia bermain. Namun, jika si anak kebablasan dalam bermain, orang tua tetap mengingatkan. Kebebasan bermain tidak bisa mereka larang. ''Dunia anak kan dunia bermain. Jadi jika pada saat mereka akan mengikuti pengajian, maka guru ngaji akan menunggu sampai si anak selesai dan jenuh dengan permainannya itu. Dan, ini telah menjadi kesepakatan bersama,'' ujarnya.

Biasanya kedua anaknya yang terakhir, masih menyukai permainan mobil-mobilan. Apalagi kalau ada acara TV yang dia sukai. Maka setelah acara TV itu selesai, Didi atau Utje barulah mengingatkan. Dan, permintaan mereka jarang ada yang ditolak.

 

Aktor kawakan itu kini telah berpulang. Pemeran Emon di film 'Catatan Si Boy' itu meninggal dunia pada Jumat (15/5) pukul 05.56 WIB.

sumber : Pusat Data Republika 13 April 2003
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement