REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) menyarankan agar Pilkada 2015 diundur. Ketua Umum SOKSI, Ade Komarudin mengatakan, ketidakpastian aturan hukum kepesertaan pesta demokrasi lokal itu mengancam hak konstitusional beberapa partai politik.
Dikatakan Ade, Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah dua peserta pemilu yang sah. Dua partai tersebut punya keterwakilan di setiap daerah. Terhalangnya dua partai dalam Pilkada, kata dia, berpotensi menimbulkan kerusuhan dan instabilitas politik.
"Dengan aturan yang selama ini ada dan baik-baik saja, Pilkada itu selalu rawan. Apalagi kalau dengan aturan yang belum siap," kata dia di Jakarta, Jumat (15/5). Darpada Pilkada 2015 dipaksakan dengan kerancuan aturan, lebih baik ditunda. "Sebaiknya adakan peraturan yang siap dan tidak merugikan partai-partai politik."
Seperti diketahui, Komisi II DPR RI akan kembali merevisi UU nomor 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Rencana itu didalangi oleh fraksi dewan dari partai Golkar menyusul terancamnya si Pohon Beringin tak bisa ikut Pilkada. Sebenarnya, bukan cuma Golkar yang terancam absen di Pilkada 2015. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pun pu-nya nasib serupa.
Ancaman Golkar dan PPP tak ikut Pilkada makin terang setelah KPU mengeluarkan peraturan soal peserta Pilkada 2015 Kamis(30/4). Aturan itu mengatakan, partai berkonflik seperti Golkar dan PPP akan diakui KPU asalkan punya SK Kemenkumham tentang kepengurusan yang sah.
Selanjutnya, jika SK tersebut sedang dalam proses gugatan, maka KPU akan menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Pun, KPU memberi kesempatan untuk partai yang mengalami pertikaian agar islah, sebelum pengajuan bakal calon kepala daerah diajukan pada 26 Juli mendatang.