REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengingatkan, dua kubu Partai Golkar untuk konsisten dengan kesepakatan setelah proses peradilan. Dalam kesepakatan disebutkan, penentuan kepengurusan merujuk kepada hasil proses peradilan.
“Kedua kubu pernah menyatakan jika akan menghormati hasil peradilan. Siapa yang menang atau kalah dalam proses peradilan akan diterima oleh kedua belah pihak. Artinya, itu adalah solusi yang sudah disepakati bersama mengingat keduanya telah menutup pintu untuk islah,” jelasnya saat dihubungi ROL, Sabtu (16/5).
Selain soal islah, Siti juga melihat dua kubu Golkar tidak mungkin melaksanakan musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Karena itu, kesepakatan menanti hasil peradilan dinilai solusi paling tepat bagi sengketa kepengurusan Golkar.
“Jika mereka sudah sepakat, malah justru lebih bagus. Namun, perlu diingat bahwa kesepakatan politik sifatnya bisa tidak pasti. Dalam konteks konflik kepengurusan ini, kubu Agung dan kubu Ical mestinya tidak mengingkari kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya,” tegas dia.
Dia berharap kedua belah pihak mampu memperjuangkan fakta-fakta hukum yang ada. Sebab, akurasi fakta hukum akan sangat membantu menentukan pengambilan putusan yang paling representatif bagi kedua kubu.
“Fakta hukum yang diajukan harus benar-benar diuji oleh pengadilan. Pihak pengadilan juga harus melacak seperti apa keabsahan fakta hukum yang diajukan oleh kedua kubu.”