REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memikirkan stabilitas politik dan keamanan jika kedua Parpol yang sedang bersengketa tidak bisa ikut dalam Pilkada. Menurutnya, keikutsertaan kedua parpol dalam Pilkada masih bisa diusahakan.
“Kita tidak bisa menutup mata dari kemungkinan terburuk jika kedua Parpol besar tidak bisa ikut Pilkada. Kisruh keamanan dan politik bisa saja terjadi. Jadi memang ada baiknya keikutsertaan kedua Parpol dipertimbangkan kembali,” jelas dia saat dihubungi ROL, Sabtu (15/5).
Dirinya memahami jika KPU berniat menegakkan peraturan Pilkada yang sudah tersusun. Namun, menurutnya KPU tidak boleh hanya berpaku kepada teks peraturan.
“Ada kondisi kontekstual yang terus berlangsung dan KPU harus menyadari itu. KPU punya wewenang untuk menjalin komunikasi dengan instansi terkait, baik Kemendagri, Polri maupun Parpol sendiri. Tujuannya mencari jalan agar Parpol bisa tetap ikut Pilkada tanpa harus merugikan pihak lain,” tambah dia.
Siti juga mengingatkan, pemerintah memiliki tanggungjawab mengembalikan kepercayaan publik terhadap stabilitas ekonomi yang sedang turun. Padahal, salah satu faktor untuk mengembalikan stabilitas ekonomi adalah adalah kestabilan kondisi keamanan dan politik.
“Perlu dipertimbangkan bahwa negara kita masih ada dalam rangkaian pesta demokrasi. Pada 2014, sudah ada Pemilu, kini dilanjutkan ke Pilkada. Jika kelanjutannya tidak terlaksana dengan baik, tentu berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat nasional dan internasional terhadap pemerintah Indonesia,” papar Siti.