REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Penelantaran dan kekerasan terhadap lima anak yang dilakukan oleh dosen STT Muhammadiyah, Cileungsi Utomo Perbowo dinilai menjadi salah satu contoh kasus kelalaian negara menyosialisasikan bahwa orang tua harus memiliki pola asuh yang benar.
“Sayangnya, negara saat ini belum bisa diharapkan mampu menyiapkan setiap orang tua memiliki pola asuh benar melalui pembekalan di jalur formal maupun jalur nonformal lewat penyuluhan, pendampingan,” ujar juru bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Iffah Ainur Rochmah, Ahad (17/5).
Tak ayal, muncullah kondisi disfungsi keluarga mencapai level semakin buruk. Sehingga keluarga tidak lagi bisa menjadi tempat yang mengayomi, merawat, dan memberi teladan bagi anggotanya, tapi malah menjadi horor dan contoh buruk bagi anak.
Buruknya pola asuh keluarga tadi membuat posisi anak dianggap tidak tahu apa-apa bahkan dianggap sebagai bagian kepemilikan yang bisa diperlakukan sesuka pemiliknya. Sebenarnya, imbuh Iffah, tidak sedikit keluarga Indonesia yang memiliki kondisi serupa.
“Padahal ini bisa berpengaruh besar pada corak generasi bangsa ini di masa depan. Pendidikan keluarga dengan kekerasan menghasilkan generasi yang rendah kepercayaan diri, bersikap negatif, membangkang dan berpotensi mereproduksi kekerasan berikutnya,” cetus Iffah.