REPUBLIKA.CO.ID, SANAA-- Pertempuran antara anggota kelompok Syiah, Al-Houthi, dan milisi suku berlanjut di berbagai provinsi Yaman Selatan pada Sabtu (16/5), kendati jeda kemanusiaan berlaku sejak empat hari sebelumnya.
Kondisi tersebut membuat sulit lembaga bantuan untuk mengirim makanan buat jutaan orang yang kehilangan makanan, obat dan bahan bakar. Sedikitnya 62 orang, termasuk 33 warga sipil, tewas dalam pertempuran pada Sabtu antara anggota Al-Houthi yang didukung satuan militer yang setia kepada mantan presiden Ali Abdullah Saleh dan petempur suku yang setia kepada Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang kini hidup di pengasingan.
Pertempuran berkecamuk di Provinsi Aden, Taiz, Adh-Dhalee, Shabwa di Yaman Selatan dan Provinsi Al-Bayda serta Marib di bagian tengah negeri itu. Pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi menghentikan serangan udara pada Selasa malam (12/5), ketika gencatan senjata lima-hari dimulai untuk memungkinkan kebutuhan kemanusiaan dikirim ke Yaman.
Namun pertempuran antara anggota suku yang setia kepada Hadi dan Al-Houthi berlanjut di berbagai provinsi Yaman Selatan, kata Xinhua, Ahad (17/5). Jeda kemanusiaan lima-hari dijadwalkan berakhir pada Ahad, semntara Arab Saudi menuduh kelompok Al-Houthi berulangkali melanggar gencatan senjata.
Riyadh berikrar takkan mengizinkan jeda kemanusiaan lain pada masa depan jika petempur Al-Houthi melanjutkan serangan di berbagai kota di Yaman Selatan. Kelompok Syiah Al-Houthi pada Kamis (14/5) sepakat dengan Utusan Khusus PBB untuk Yaman Ismail Ould Cheikh Ahmed untuk melanjutkan pembicaraan yang diperantarai PBB selama serangan udara pimpinan Arab Saudi dihentikan.
Ia menyatakan Jenewa, bukan Riyadh, mesti dipilih menjadi tuan rumah pembicaraan, kata beberapa pejabat pemerintah.