REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai kitab suci umat Islam, bacaan Alquran harus benar-benar mencerminkan kesucian serta makna isinya sebagai wahyu dari Allah SWT.
“Membaca Alquran tidak sama dengan membaca Bahasa Arab. Ada tajwidnya dan makharizul huruf yang tidak bisa ditawar. Ha, ya ha, nggak boleh jadi kha, a, ya a, nggak boleh jadi o,” kata Ketua PP Muhammadiyah Prof. Yunahar Ilyas kepada Republika, Ahad (17/5).
Yunahar tidak melarang pembacaan Alquran dengan nada langgam Jawa. Tetapi, kata dia, harus tetap mencerminkan bahwa yang dibaca itu Alquran. Jangan sampai,ujarnya, karena ingin memperkaya lagu, orang yang mendengar bacaan Alquran tersebut menjadi seperti mendengar nyanyian.
“Nanti muncul juga kayaknya bacaan Alquran versi seriosa, ada versi dangdut, versi Melayu, versi rock. Itu kan bisa menghilangkan kesucian Alquran, bisa jadi orang lupa, ini nyanyi apa bacaan Alquran,” terang dia.
Dia melanjutkan, permasalahan membaca Alquran dengan langgam Jawa bisa menyebabkan tajwid diabaikan oleh lagunya. Selain itu, lanjut dia, dasar pembacaannya kedua bahasa pun berbeda.
“Satu Bahasa Arab, Satu Bahasa Jawa, dipertemukan dalam satu irama dengan dasar yang berbeda bisa terjadi pemaksaan. Kemarin itu saya dengar termasuk pemaksaan,” tambah dia.