REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memberhasilkan proyek food estate di Merauke Papua, Kementan terus melakukan pengkajian dan penyiapan lahan, di samping terus berkoordinasi dengan masyarakat setempat dalam hal kepemilikan lahan. Satu hal yang tak kalah penting yakni menjaga iklim dan curah hujan agar tetap terjaga dalam memasok air.
"Dari sisi iklim, aman, yang penting konservasi daerah perbukitan diutamakan karena meski kering, di sana kondensasi lebih cepat dan basah jika bukit tetap terjaga," kata Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Balitbang Kementan Haris syahbuddin kepada Republika pekan lalu.
Papua, kata dia, sejak tiga tahun terakhir bukanlah termasuk wilayah endemik kekeringan karena ada pegunungan dan daerah basah. Tapi ia epat kering karena terletak di dekat pantai.
Tapi soal curah hujan, termasuk yang nantinya akan menghuyur lahan food estate di Merauke, petani dan Kementan harus waspada karena potensi percepatan kemarau dan adanya pengurangan jumlah curah hujan di wilayah Indonesia karena hujan akan tertarik ke wilayah pasifik barat. "Kita harus mewaspadai musim hujan kita akan mundur dan probabilitas el nino 80 persen sampai 2016," katanya.
Sebelumnya, Kementan telah menyiapkan dana awal Rp 7 Triliun dalam pembukaan lahan food estate seluas 250 ribu hektare di Merauke, Papua pada 2015. Lahan tersebut rencananya akan dikelola oleh BUMN yang ditugaskan pemerintah, dalam hal ini akan ditugaskan kepada Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).
"Wacananya, PIHC akan membentuk anak usaha bernama PT Pangan dalam pengelolaannya, tapi ini baru wacana, ya," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementan Haryono. Untuk sumber dananya, ia masih dalam pembahasan apakah akan berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) atau sumber lain.