REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Uni Eropa (UE) mengecam hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan Mesir terhadap mantan Presiden Muhammad Mursi dan sekitar 100 orang lainnya, dengan menekankan bahwa vonis dihasilkan oleh proses pengadilan yang cacat hukum.
"Keputusan pengadilan untuk memberikan hukuman mati, dilakukan dalam pengadilan massal dan itu tidak sesuai dengan kewajiban Mesir dalam hukum internasional," kata salah satu diplomat tinggi UE Federica Mogherini dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/5).
Ia menambahkan, Mesir telah menjamin hak-hak terdakwa untuk mendapatkan pengadilan yang adil dan untuk memperoleh investigasi yang independen. Federica menegaskan bahwa UE sangat yakin vonis itu masih bisa diubah melalui proses banding.
"Hukuman mati adalah kejam dan tidak berperikemanusiaan," ujarnya.
Mursi adalah salah satu dari sekitar 100 terdakwa yang dijatuhi hukuman mati, Sabtu waktu setempat, atas tuduhan peran mereka dalam insiden penjebolan penjara pada 2011. Mursi hanya menjadi Presiden Mesir selama satu tahun sebelum digulingkan oleh Panglima Tentara Mesir--yang kini menjadi Presiden--Abdel Fattah al-Sisi di Juli 2013.
Senada dengan kecaman UE, Amerika Serikat juga melancarkan protes terhadap vonis mati "dan menolak praktik pengadilan massal dan penjatuhan vonis secara massal." Di bawah kepemimpinan Sisi, ratusan pendukung Mursi dibunuh dan ribuan lainnya dibui. Sekitar belasan sudah divonis mati dalam pengadilan massal, yang disebut PBB sebagai "hal yang tidak pernah terjadi di sejarah modern".