REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada perayaan Isra Miraj di Istana Negara pada akhir pekan lalu, diadakan pembacaan ayat-ayat suci Alquran dengan langgam Jawa. Pembacaan itu kemudian menimbulkan penyesalan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena pembacaan dilakukan dengan langgam Jawa.
Penasihat MUI DKI Jakarta, Samsul Maarif mengatakan, pembacaan ayat suci Alquran pada acara itu kurang tepat. "Pembacaan Alquran dengan langgam seperti sinden kurang sesuai dengan tuntunan," katanya kepada Republika, Senin (18/5).
Menurut dia, pembacaan seperti itu, dinilai telah keluar dari pakem model bacaan Alwuran pada umumnya. Sebaiknya, hal ini perlu mendapat pertimbangan dari para pakar ulumul quran. Meskipun, lanjut Samsul, dari aspek hukum, asal bacaan itu masih sesuai dengan ilmu baca Alwuran yang benar, baik dari sisi tajwid, makharijul huruf, dan aturan lainnya.
Namun, ia khawatir, jika masyrakat dibebaskan menggunakan model lagu dalam membaca Alquran dengan mengikuti keinginan masing-masing, suatu saat akan menimbulkan potensi pembacaan ayat suci Alquran dengan lagu yang tidak pantas.
"Pembacaan Alquran harus dengan pertimbangan yang matang. Tidak cukup hanya mepertimbangan aspek seni dan mengikuti kearifan lokal," ucap dia.
Karena itu, ia berharap agar ke depanya Kementerian Agama lebih bijaksana. Hal itu mutlak diperlukan demi menghindari kontroversi yang berkembang di masyarakat.