REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi kontroversi pembacaan Alquran dengan langgam Jawa, aktivis Jaringan Islam Liberal, Akhmad Sahal, berkicau lewat akun pribadinya. Ia menjelaskan status hadits yang digunakan oleh sebagian kalangan untuk menolak pembacaan Alquran dengan langgam Jawa.
“Saya ingin kultwit singkat tentang status hadits yang dirujuk mereka yang haramkan bacaan Alquran dengan langgam non-Arab,” kicau Akhmad Sahal di @sahal_AS, Senin (18/5) kemarin.
Hadits yang dia maksud adalah hadits riwayat Thabrani yang artinya, “Dari Hudzaifah bin Yaman berkata, Rasulullah bersabda, “Bacalah Alquran dengan mengikuti irama orang Arab dan suaranya. Janganlah kamu mengikuti irama ahli kitab (Taurat dan Injil) dan orang fasik. Nanti akan datang setelah aku satu kaum yang membaca Alquran mengikuti gaya para penyanyi, irama pendeta, irama ratapan yang tidak sampai kepada tenggorokan mereka. Hati mereka merasa bangga, bangga diri dengan gaya mereka sendiri.”
“Layakkah hadits ini menjadi dalil? Menurut Al Haitsami dalam Majma’ az Zawa’id (7/169), di dalam sanad hadits tersebut ada perawi yang tak dikenal,” tulis Akhmad Sahal.
Ia melanjutkan, selain ada perawi yang tak dikenal, dalam sanad hadits tersebut juga terdapat Ibn Walid yang dikenal sebagai pembohong. Menurut Adz-Dzahabi dalam Mizan al I’tidal (2/313), hadits di atas munkar, lemah, tidak shahih, sehingga tidak bisa bisa dijadikan hujjah (dalil).
Menurut Syaikh Albani (ulama hadits terkemuka) dalam Shahih wa Dha’if al Jami’ Shaghir (7/439), hadits di atas juga lemah. “Walhasil, hadits yang mengharamkan bacaan Alquran dengan langgam non-Arab tersebut tidak layak dipakai sebagai dalil,” kicaunya.