REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Manusia perahu Rohingya melarikan diri dari kondisi mengerikan di negaranya, Myanmar. Oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menilai para manusia perahu Rohingya juga memiliki hak (Hak Azasi Manusia).
Nasib Muslim Rohingya dari Myanmar menjadi sorotan internasional setelah ribuan migran yang putus asa dari negaranya bersama dengan migran karena alasan ekonomi dari Bangladesh berlayar dan diselamatkan di lepas pantai Indonesia, Malaysia dan Thailand dalam beberapa hari terakhir.
Aung Suu Kyi, pemimpin oposisi NLD mendapat kritik karena tidak berani berbicara lantang akan masalah ini. Gelombang nasionalisme Buddha telah memperdalam keputusasaan kelompok Rohingya. Kelompok ini sebagian besar dipandang sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Namun, juru bicara partai NLD, Nyan Win mengambil langkah yang sangat tidak biasa. Ia mendesak Myanmar untuk memberikan kesepatan bagi Muslim mendapat kewarganegaraan di negara itu.
"Jika mereka tidak diterima (sebagai warga negara), mereka tidak bisa hanya dikirim ke sungai. Tidak bisa didorong ke laut. Mereka adalah manusia. Saya hanya melihat mereka sebagai manusia yang berhak untuk hak asasi manusia," kata dia dikutip dari Channel News Asia, Selasa (19/5).
Diperkirakan, sebanyak 1,3 juta Rohingya Myanmar tidak diterima sebagai sebuah kelompok etnis dan disangkal kewarganegaraannya. Mereka telah lama mengalami kekerasan.
Etnis Buddha menggusur puluhan ribu Rohingya yang tetap terjebak di kamp-kamp mereka yang menyedihkan. Kekerasan merupakan katalisator yang menyebabkan eksodus besar-besaran migran di Teluk Benggala. Ribuan dari mereka bahkan turun ke kapal darurat menuju Thailand, Malaysia dan lainnya.