REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Elpiji kembali langka di Kabupaten Sleman. Hal ini pun diakui oleh Dinas Sumber Daya Alam Energi dan Mineral Kabupaten Sleman.
Bahkan mereka menemukan banyaknya pangkalan yang menjual elpiji tiga kg ke pengecer. Sehingga harga yang sampai di masyarakat lebih mahal dari pada harga eceran tertinggi (HET).
Temuan ini diperoleh berdasarkan pantauan dari Dinas SDAEM Sleman dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Dinperindakop) Sleman. Mereka melakukan pementauan beberapa hari terakhir di sejumlah titik.
"Sekarang harga gas ke konsumen berkisar Rp 20 ribu sampai Rp 22 ribu per tabung. Padahal jika membeli di pangkalan harganya hanya Rp 15.500 per tabung," kata Kasi Pengembangan Dinas SDAEM Sleman Purwoko Suriatmanto, Selasa (19/5).
Ia mengemukakan, kosongnya persediaan gas di pangkalan disebabkan oleh penjualan dalam junlah besar ke pengecer, sekitar lima sampai 10 tabung sekali pengambilan. Sedangkan masyarakat biasa membeli satu atau dua tabung saja.
"Seharusnya pangkalan memberi batasan maksimal dua tabung dalam sekali transaksi," kata Purwoko.
Kebanyakan pangkalan yang sengaja menjual gas ke pengecer adalah mereka yang jadi satu dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Seperti di sekitar Jalan Kaliurang.
"Meskipun tidak ada larangan menjual ke pengecer. Setidaknya mereka bisa mengutamakan masyarakat sekitar," jelasnya.
Sebelumnya pemilik warung kelontong di Purwomartani, Kalasan, Narti (38) mengaku sulit mendapatkan gas tiga kilogram. Enam tabung di warungnya kosong sejak dua bulan lalu. Menurutnya banyak pelanggan yang bertanya stok elpiji tiga kilogram.
"Biasanya diantar. Tapi sekarang sulit sekali mendapatkan gas. Tidak jarang saya harus keliling sendiri untuk mendapatkan gas," ungkapnya.