REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberitaan di media massa tentang kasus penelantaran anak, dinilai bisa menjadi contoh dan pelajaran bagi orang tua lainnya. Pendapat itu disampaikan psikolog dari Klinik Terpadu Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Pela 9, Jane Cindy.
"Orang tua lain akan lebih memahami dampak psikologis terhadap anak korban penelantaran. Sehingga mereka tidak melakukan hal itu," kata Jane Cindy dihubungi di Jakarta, Rabu (20/5).
Saat ditanya apakah pemberitaan yang masif mengenai kasus tersebut bisa berdampak psikologis kepada anak-anak korban penelantaran, Cindy mengatakan hal itu tidak akan menimbulkan dampak negatif selama identitas korban tidak diungkap. Menurut Cindy, bila media secara gamblang menulis identitas anak korban penelantaran, mereka bisa semakin menarik diri dari lingkungan karena merasa malu permasalahannya diketahui publik.
"Bila media membuka identitas korban, juga dapat memicu gangguan atau 'bullying' terhadap mereka. 'Bullying' dapat terjadi secara verbal misalnya diejek teman-temannya yang melabel sebagai 'anak buangan'," tuturnya.
Karena itu, Cindy berharap media massa memberitakan kasus tersebut sesuai dengan kaidah kode etik jurnalistik. Yakni tidak mengungkapkan identitas pelaku dan korban kejahatan yang masih di bawah umur.
Sebelumnya, petugas gabungan Polda Metro Jaya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Sosial menggerebek sebuah rumah di kawasan Cibubur Jakarta Timur, Kamis (14/5). Petugas mengamankan Utomo Permono dan Nurindria Sari terkait dugaan penelantaran terhadap lima anaknya. Dalam penggerebekan tersebut, petugas gabungan menyelamatkan kelima anak pasangan tersebut dan menemukan 0,85 gram sabu-sabu.
Polisi telah menetapkan pasangan tersebut sebagai tersangka atas dugaan kepemilikan sabu-sabu berdasarkan Pasal 112 dan 114 Subsider Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal tujuh tahun penjara.