Kamis 21 May 2015 18:53 WIB

Budaya Wayang Cegah Bahaya Radikalisme

Wayang kulit Bali
Foto: www.museumwayang.com
Wayang kulit Bali

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ketua Pengarah Komunitas Wayang Universitas Indonesia Sarlito Wirawan mengatakan, budaya wayang bisa mencegah pengaruh buruk budaya luar dan paham radikalisme.

"Budaya asing bisa hancurkan sistem sehingga kita perlu mengangkat budaya leluhur. Mau tidak mau kita harus mempertahankan budaya sendiri dari serangan budaya asing yang mempunyai pengaruh buruk di generasi muda. " kata Sarlito di sela-sela acara Gebyar Wayang UI 2015 di Rektorat UI Depok, Kamis (21/5).

Ia mengatakan, Pemerintah Korea Selatan dalam mengembangkan budaya K-Pop mempersiapkan sejak 10-15 tahun lalu sehingga budaya tersebut digandrungi generasi muda di dunia. "Yang penting memang komitmen pemerintah dalam memperhatikan budaya tradisional," ujarnya.

Sarlito juga mengatakan, pementasan seni budaya tradisional seperti wayang harus dikemas sedemikian rupa agar menarik minat para generasi muda. "Yang penting menarik dulu tidak perlu lama-lama pertunjukan wayangnya," katanya.

Nantinya, kata dia, akan ada cerita dari teman ke teman tentang pertunjukan wayang. Setelah setelah mereka menginginkan tahu lebih dalam tentang wayang akan menyaksikan semalam suntuk. Ia mencontohkan tari kecak Bali yang penampilannnya tidak terlalu lama dan dikemas dengan menarik sehingga mampu menarik masyarakat termasuk para wisatawan lokal maupun internasional.

"Memang kita akui masyarakat Bali itu lebih dinamis," katanya.

Sementara itu Komunitas Wayang Universitas Indonesia (UI) menggelar Gebyar Wayang UI 2015 (GWUI) 21-23 Mei 2015 di Balairung UI kampus Depok. "Jaga tradisi karya leluhur walau kita hidup di zaman modern," kata Ketua Komunitas Wayang UI Dwi Woro Retno Masturti.

Ia mengatakan jika wayang tak dikenal kalangan generasi muda maka sulit untuk melestarikan budaya tersebut.

"Dengan mendekatkan wayang ke lingkungan kampus, dapat mengingatkan kita akan pentingnya pembinaan budi pekerti bagi generasi bangsa," katanya.

Menurut dia, membangun budi pekerti tidak akan lepas dari proses meningkatkan kecerdasan, baik kecerdasan intuisi, perasaan, emosi, nalar maupun naluri. Dikatakannya nilai-nilai yang diajarkan dalam wayang sejalan dengan nilai-nilai untuk membentuk Indonesia menjadi negara yang mengagungkan nilai moral dan agama, yang mampu membedakan baik dan buruk, menghargai hak asasi manusia serta kecintaan terhadap negara.

"Seni wayang merupakan salah satu media komunikasi serta media pembelajaran dan pembentukan karakter," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement