REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril, menegaskan bahwa panitia seleksi (pansel) komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus tahan terhadap segala bentuk intervensi. Kesembilan anggota disarankan tetap bekerja sesuai koridor hukum yang berlaku.
“Mengingat proses seleksi komisioner yang ketat, ke depannya anggota pansel KPK berpeluang mengalami intervensi dari berbagai pihak. Anggota pansel harus tahan terhadap berbagai macam intervensi. Itu tantangan beratnya,” ujar Oce, Kamis (21/5).
Untuk menangkal intervensi, pansel disarankan untuk bekerja sesuai mandat yang diberikan presiden. Selain itu, mereka juga harus berpegang kepada peraturan hukum yang menjadi dasar kerja pansel. “Pansel sebaiknya benar-benar bekerja secara independen. Tidak perlu mendengarkan tekanan baik dari partai politik (parpol), DPR atau pihak-pihak lain,” tambahnya.
Selain intervensi dan kritik, pansel juga perlu mewaspadai peluang kompromi politik atau adanya titipan calon nama komisioner dari pihak-pihak tertentu. Karenanya, lanjut Oce, pansel perlu menetapkan standar objektif dalam proses seleksi calon komisioner.
Seperti diketahui, sembilan nama pansel komisioner KPK telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis pagi. Pansel terdiri dari sembilan orang yang seluruhnya perempuan.
Nama yang diumumkan berasal dari berbagai latar belakang profesi. Beberapa profesi tersebut antara lain pakar hukum tata negara, pakar hukum pidana ekonomi, ahli psikologi sumber daya manusia (SDM), Sosiolog dan ahli tata kelola pemerintah. Presiden berharap melalui pansel KPK ini akan terpilih calon komisioner KPK yang kredibel dan memiliki kemampuan mumpuni.