Kamis 21 May 2015 23:58 WIB

Nelayan Masih Dirugikan Dengan Kebijakan Menteri Susi

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah nelayan melakukan aksi unjuk rasa di depan Kemeterian Kelautan lalu bergeser ke depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/2).  (foto : MgROL_34)
Sejumlah nelayan melakukan aksi unjuk rasa di depan Kemeterian Kelautan lalu bergeser ke depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/2). (foto : MgROL_34)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Ratusan nelayan dari berbagai Kabupaten/Kota di provinsi Nusa Tenggara Barat mendesak pemerintah mencabut kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti yang tertuang dalam Permen Kelautan dan Perikanan No 1 Tahun 2015 tentang larangan menjual dan mengekspor bibit lobster. Sebab, larangan tersebut telah merugikan para nelayan.

Warga Desa Kuta, Kabupaten Lombok Tengah, Luhum mengaku sejak pemberlakukan kebijakan tersebut, dirinya merasakan kesulitan memperoleh nafkah. Sebab, ia harus diam-diam menjual bibit lobster dengan harga satu lobster yang sangat murah hanya Rp 8-10 ribu.

“Saya menjual dengan diam-diam dengan satu lobster dihargai murah Rp 8-10 ribu. Sekarang juga sepi. Kami minta tolong agar peraturan itu segera dicabut,” ujarnya kepada wartawan saat melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur NTB, Kamis (21/5).

Sebelum adanya kebijakan tersebut, ia menuturkan nelayan tidak pernah mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebab, pihaknya dengan leluasa bisa menangkap dan menjual bibit lobster dengan harga yang relatif besar.

Menurutnya, dalam satu hari, ia bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp 400 ribu sebagai hasil menjual bibit Lobster. Dimana, Luhum menjual bibit lobster sebanyak 20 ekor bibit. Namun, sejak adanya kebijakan tersebut kehidupan nelayan menjadi susah sebab kehidupan mereka bergantung kepada penjualan bibit lobster.

“Untuk kebutuhan makan sehari-hari saja susah, apalagi untuk membeli barang yang lain. Hidup nelayan bergantung dari melaut dan menjual lobster. Sementara itu, keinginan mencari pekerjaan di sawah cukup sulit karena tidak punya lahan,” katanya.

Nelayan asal Desa Gerupuk, Lombok Tengah, Eko mengatakan kebijakan larangan menjual bibit lobster serta harusv mengikuti persyaratan untuk bisa menjual lobster, membuat nelayan kesulitan. Sebab, proses bibit lobster hingga mencapai 200 gram harus melalui perawatan.

Sementara itu, biaya perawatan dan budidaya bibit lobster terbilang relatif mahal. “Biaya yang harus dikeluarkan untuk budidaya dan perawatan hingga mencapai 200 gram pasti mahal. Mau dapat (uang) dari mana,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement