REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Politik Yudi Latief menyarankan agar penetapan panitia seleksi (pansel) komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikoreksi sebelum resmi dilantik. Komposisi gender dalam pansel tersebut dinilai berpeluang menimbulkan polemik dan kontroversi.
“Ketiadaan laki-laki dalam pansel justru berpeluang membahayakan peran perempuan itu sendiri. Jika dalam perjalanannya pansel KPK ini dianggap gagal melaksanakan amanah, secara keseluruhan peran perempuan bisa dipandang negatif,” ujar Yudi saat dihubungi ROL, Kamis (21/5).
Peran perempuan yang dimaksud, lanjut dia, merujuk kepada kemampuan dalam ranah pengelolaan kebijakan publik. Menurutnya, peran perempuan yang sudah maju di sektor publik bisa kembali mundur jika pansel gagal menjaga integritas.
“Selain itu, bukan tidak mungkin pansel akan menghadapi intervensi dari berbagai pihak. Secara psikis, ada kekhawatiran jika anggota pansel perempuan kurang bisa menghadapi intervensi,” tambahnya.
Karena itu, Yudi menyarankan agar komposisi pansel dikoreksi sebelum dilantik. “Pembentukan pansel sebaiknya memperteimbangkan benar asas integritas, kompetensi dan proporsionalitas. Penunjukan kali ini jelas melanggar asas proporsionalitas. Karena itu, sebaiknya pansel dikoreksi sebelum dilakukan pelantikan,” tegas dia.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo, mengumumkan nama-nama pansel komisioner KPK pada Kamis pagi. Pansel terdiri dari sembilan orang yang seluruhnya perempuan.
Nama-nama anggota pansel adalah Destri Damayanti (ahli ekonomi), Enny Urbaningsih (pakar hukum tata negara dan ketua badan pembinaan hukum nasional), Harkristuti Herkrisnowo (pakar hukum), Betty Alisjahbana (ahli IT dan manajemen), Yenti Garnasih (pakar hukum pidana ekonomi), Sumpra Windarti (ahli psikologi sdm dan pendidikan), Natalia Subagyo (ahli tata kelola pemerintah), Diani Sadyawati (ahli hukum) dan Meutia Gani (sosiolog).