Jumat 22 May 2015 10:00 WIB

Hubungan Cina-AS Memanas Terkait Sengketa di Laut Cina Selatan

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Bilal Ramadhan
Kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan.
Foto: AP
Kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING-- Cina mengaku berhak berjaga-jaga atas wilayah udara dan laut di sekitar pulau buatannya. Menyusul tindakan angkatan laut Cina yang memperingatkan pesawat pengintai Amerika Serikat untuk pergi.

Pulau buatan tersebut berada di perairan yang disengketakan di Laut Cina Selatan. AS mengatakan, patroli udara AS tersebut dianggap sangat sesuai dengan hukum internasional dan 'tidak ada orang waras' yang akan mencoba untuk menghetikannya.

Tidak ada pihak yang mengatakan ingin konfrontasi dengan yang lain, tapi seperti Cina berusaha untuk menegaskan klaim luas terhadap Laut Cina Selatan. Namun AS kembali dan mencoba menunjukkan bahwa reklamasi besar-besaran Cina tidak memberikan hak teritorial.

Pada Rabu, operator angkatan laut Cina meminta pesawat pengintai Poseidon US Navy p8 meninggalkan wilayah udara di atas pekerjaan reklamasi Cina. AL Cina memberi delapan kali peringatan namun awak AS menjawab bahwa mereka terbang melalui wilayah udara internasional.

"Ini adalah angkatan laut Cina... Anda pergi!" kata operator Cina.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hong Lei menegaskan kedaulatan Beijing atas kepulauan itu telah diciptakan dengan menumpuk pasir dan terumbu karang. Ia mengatakan, Cina berhak atas pengawasan atas wilayah udara dan laut daerah terkait sehingga dapat menjaga keamanan nasional dan menghindari kecelakaan maritim.

"Kami berharap negara-negara yang relevan menghormati kedaulatan Cina atas Laut Cina Selatan, meninggalkan tindakan yang dapat meningkatkan kontroversi dan memainkan peran yang konstruktif bagi perdamaian dan stabilitas regional," kata dia.

Sementara itu di Washington, Diplomat tertinggi AS untuk Asia Timur Daniel Russel mengatakan, penerbangan pesawat pengintai AS di wilayah udara adalah hal biasa dan tepat. Menurutnya, AS akan berusaha untuk mempertahankan kemampuan tidak hanya Amerika Serikat tapi semua negara untuk menggunakan hak mereka dalam kebebasan navigasi dan overlight.

"Kami percaya bahwa setiap negara dan semua aktor sipil juga harus memiliki akses terbatas ke perairan dan wilayah udara internasional," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement