REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebakaran melanda sejumlah bangunan yang berdiri di atas tanah sengketa di District Delapan, Jalan Senopati, Jakarta Selatan, Jumat (22/5) siang.
Kebakaran yang terjadi tepat di belakang Office Residence Delapan, Jalan Senopati, Jakarta Selatan itu berlangsung sejak pukul 11.00 WIB. Bangunan yang ludes terbakar di antaranya bedeng atau tempat tinggal pegawai dan juga beberapa rumah makan sederhana.
Hingga petang tadi, lokasi kebakaran masih dilingkari garis polisi. Namun sejumlah pegawai konstruksi terlihat mondar-mandir di sekitar lokasi kejadian. Penerangan di sekitar lokasi kebakaran serta di luar gedung-gedung, praktis dimatikan, sehingga, suasana menjadi gelap gulita. Penerangan hanya berasal dari lampu kendaraan bermotor yang lewat, dan juga lilin-lilin dari rumah makan yang ada di depan lokasi kebakaran.
Aryo (30 tahun) salah seorang pegawai konstruksi yang ditemui di rumah makan di depan lokasi kebakaran mengatakan, setidaknya terdapat 15 mobil pemadam kebakaran yang diterjunkan untuk memadamkan api. Menurutnya kebakaran terjadi sekitar satu jam karena petugas pemadam kebakaran yang tiba di lokasi kejadian berhasil memadamkan api sekitar pukul 12.00 WIB. "Enggak begitu lama api sudah padam pas adzan," kata dia.
Petugas keamanan Office Delapan yang sempat ditemui menduga kebakaran yang terjadi karena arus pendek listrik. Lain halnya dengan penuturan sejumlah pegawai konstruksi yang tinggal di sebelah lokasi kebakaran yang menduga puntung rokok menjadi awal terjadinya kebakaran. Kebanyakan bangunan yang berdiri di atas tanah sengketa dan terbakar tersebut berupa kayu sehingga mudah terbakar.
Informasi yang diperoleh, lokasi kebakaran sendiri merupakan tanah sengketa yang diperebutkan oleh pihak perseorangan dan perusahaan. Di sekeliling lokasi kebakaran juga berdiri sejumlah papan nama kepemilikan yang berbeda satu sama lain. Satu sisi terdapat papan nama bertuliskan 'Tanah Ini Milik PT. Graha Metropolitan Nuansa', sementara, sisi lain terdapat papan nama bertuliskan 'Tanah Ini Milik H. Abdul Aziz' dan ' Tanah Ini Tidak Dijual'.