REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- WNI yang melakukan pernikahan dengan warga negara asing (WNA) merasa terdiskriminasi dengan aturan-aturan yang berlaku di Indonesia. Salah satunya dalam hak kepemilikan properti.
Aliansi Masyarakat Perkawinan Campuran Indonesia atau biasa disebut PerCa menilai terbentur aturan untuk bisa membeli properti misalnya rumah atau tanah. Mereka merasa diskriminasi pemerintah karena melihat statusnya menikah dengan WNA, padahal mereka masih berstatus sebagai WNI.
Ketua Dewan Pengawas PerCa, Melva Nababan, mewakili komunitasnya menyebut peraturan pemerintah dalam UU Pokok Agraria Pasal 21 ayat 3 tidak memberikan hak mereka sebagai WNI. Pasal tersebut menyebutkan, dalam pembelian properti, WNI yang menikah dengan WNA tidak bisa memiliki hak kepemilikan melainkan hanya sebatas hak pakai. Kecuali sebelum menikah mereka menandatangani perjanjian pranikah.
''Contohnya begini, kita mau beli rumah, ketika tahu kita menikah dengan WNA dan tidak punya perjanjian pranikah, kita ngga dapat hak milik, hanya hak pakai saja," ungkap Melva saat berkunjung ke redaksi Republika Online di Jakarta, Jumat (22/5).
Ia menyebut sebelumnya perjanjian pranikah tidak pernah tersosialisasikan. Mereka yang menikah dengan WNA tentu awalnya tidak mengetahui masalah tersebut, apalagi mereka yang buta hukum.
Jika kemudian pasangan bercerai, ia menjelaskan bahwa harta properti harus dijual dalam jangka waktu satu tahun. Hal ini dirasakannya merugikan dirinya dan teman-teman senasibnya yang pada faktanya adalah rakyat Indonesia.
Mereka meminta UU Agraria ini juga bisa direvisi agar mereka tidak merasa terdiskriminasi sebagai WNI akibat menikah dengan orang asing. "Namanya kita sudah cinta, ya nggak mikir apa itu perjanjian pranikah. Mikirnya punya rumah tangga bahagia," ungkap Melva.