REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNG PANDAN -- Pengembangan Bandar Udara (Bandara) H. AS. Hanandjoeddin Tanjung Pandan, Belitung tak juga rampung. Usut punya usut, pembangunan perluasan terminal bandara ini masih terkendala masalah klasik yaitu lahan. Disekitar bandara itu terdapat lahan yang dikuasai oleh TNI AU.
Bupati Belitung Sahani Saleh mengatakan, Pemerintah Kabupaten Belitung dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah membawa permasalahan lahan itu ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak tahun lalu. Pasalnya, lahan TNI AU itu tersebut tercatat sebagai aset negara. Sayangnya hingga kini nasib penyelesaiaan lahan milik TNI AU masih belum jelas karena prosesnya belum juga selesai di Kemenkeu.
"Mengenai lahan itu memang saat ini prosesnya sudah ada di Kementerian Keuangan. Mudah-mudahan dalam satu dekat ini selesai," ujar Sahani di Belitung, Jumat (22/5).
Lebih lanjut kata dia, Pemerintah Kabupaten Belitung juga sudah melakukan pembicaraan dengan TNI AU dan Kementerian Perhubungan terkait permasalahan lahan untuk pengembangan "pintu gerbang" bumi laskar pelangi itu.
Sebenarnya, permasalahan lahan untuk pengembangan bandara tak hanya terjadi di Belitung. Bandara Syamsuddin Noor di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, juga mengakali nasib yang sama.
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo sempat mengatakan bahwa, tanah-tanah miliki TNI AU itu tercatat dalam daftar Ditjen Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan sebagai aset negara.
Khusus untuk masalah lahan di Bandara Syamsuddin Noor. Aset tersebut dihibahkan pada Pemerintah Daerah sekitar untuk kemudian dibeli oleh PT Angkasa Pura (AP) I sebagai pengelola bandara.
"Nanti jangan dihibahkan, sehingga tidak ada pembukuan ganda (double accounting) lagi. Dari Pemda, tanahnya dijual ke AP I," kata Mardiasmo di Jakarta, bulan Maret lalu.