REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pedagang dan pengusaha beras mengaku menjadi korban dari beredarnya kabar adanya beras diduga berbahan sintetis atau beras plastik.
Ketua DPD Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Nellys Soekidi mengatakan, gara-gara itu para pedagang beras terkena imbas dari segi penjualan beras dan omzet.
Nellys mengungkapkan, rata-rata penjualan beras para pedagang susut mencapai 30 persen per hari. “Tentu kalau penjualan itu tidak sama. Larinya ke penurunan omzet sekitar 30 persen dari penjualan per hari,” kata Nellys di Jakarta, Sabtu (23/5).
Nellys ,mencontohkan, jika biasanya per hari pedagang berhasil menjual 100 ton beras, maka setelah isu soal 'beras plastik' beredar, rata-rata sebanyak 30 ton beras tidak laku.
Jika dihitung secara nilai, 100 ton beras sama dengan Rp 800 juta, sehingga turunnya omzet penjualan bisa mencapai Rp 240 juta per hari. Namun, nilai tersebut berbeda dari masing-masing pengusaha.
“Tapi secara psikologis kita tetap prihatin, ada pertanyaan ini beras palsu atau tidak. Itu pekerjaan yang sudah kita geluti puluhan tahun, kalau ada kesengajaan tidak mungkin,” tukasnya.
Nellys menekankan, jika kasus itu benar, motif yang dipakai pelaku pastilah bukan motif usaha. Sebab, biji plastik lebih mahal ketimbang harga beras. Kecuali, jika beras tersebut tercampur tidak ada orang yang tahu.
“Saya tidak pungkiri, kalau memang ada pun, adakah kesengajaan dari penjual. Ini ada unsur yang membuat suasana gaduh,” ujarnya.
Dia tetap menggaransi keamanan barang dagangan para penjual beras untuk dikonsumsi. Sebab, para pedagang dengan konsumen sudah ada ikatan batin. Jika menjual beras dengan bahan berbahaya pasti akan ditinggal pelanggan.