REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Meski Gubernur Gorontalo Rusli Habibie telah meminta maaf, namun Kabareskrim Komjen Budi Waseso menilai hal tersebut tidak dilakukan dengan tulus.
"Permintaan maaf itu tidak tulus karena gubernur tidak menyebutkan 10 hal yang dijadikannya bahan untuk melaporkan saya ke Menkopolhukam," tukasnya saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Gorontalo, Senin (25/5).
Sidang tersebut merupakan kasus dugaan pencemaran nama baik Budi Waseso saat masih menjabat sebagai Kapolda Gorontalo tahun 2013, dengan terdakwa Gubernur Gorontalo. Dalam sidang, Ketua Majelis Hakim Johnicol Richard Frans Sine sebanyak dua kali bertanya mengenai kemungkinan Budi Waseso dan terdakwa saling memaafkan.
"Dari dulu saya sudah memafkan gubernur, waktu itu saya pernah mendatangi beliau untuk berdamai karena Kapolri menegur saya berulang kali. Bahkan saya mengantar gubernur ke Bandara, tetapi besoknya saya baru tahu ternyata dia melapor secara tertulis kepada Menkopolhukam dengan tembusan ke banyak pihak," urainya.
Gara-gara laporan tersebut, lanjutnya, ia diperiksa oleh empat tim dari Jakarta, yakni Kompolnas, Inspektorat Khusus, Propam dan Komisi III DPR. Menurut dia, keempat tim tersebut tidak berhasil menemukan bukti keberpihakannya kepada salah satu kandidat Pilkada Kota Gorontalo, Adhan Dambea yang saat itu dicoret dari pencalonan oleh KPU.
"Fitnah ini membuat saya terganggu, karena saya jadi bahan omongan di mana-mana, termasuk ketika akan menjabat Kabareskrim. Kinerja saya dipertanyakan, karena itu saya memilih jalur hukum untuk memulihkan nama baik," tambahnya.
Dalam sidang tersebut, Rusli Habibie menyatakan permintaan maaf kepada Budi meskipun proses hukum kasus tersebut tetap berlanjut.
Sebelumnya, gubernur juga meminta maaf dengan memasang iklan di dua koran lokal Gorontalo .
Gubernur dijerat dengan Pasal 317 ayat (1) dan (2) subsider Pasal 311 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 316 KUHP dengan ancaman maksimal empat tahun penjara.