REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Para petani tebu kecewa dengan rendahnya harga patokan penjualan (HPP) gula kristal putih tahun ini. Untuk menutupi rendahnya HPP itu, mereka berharap, bisa memperoleh jaminan rendemen yang tinggi dan impor raw sugar bisa ditahan.
‘’Kecewa sih kecewa. Tapi mau tidak mau ya harus terima HPP (yang diputuskan pemerintah),’’ ujar Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar, Haris Sukmawan, Selasa (26/5).
Pria yang biasa disapa Wawan itu menjelaskan, HPP 2015 jauh lebih rendah dibandingkan usulan petani maupun Kementan. Dia menyebutkan, para petani yang tergabung dalam APTRI sebenarnya mengusulkan HPP mencapai Rp 11.750 per kg. Sedangkan usulan Kementan, HPP di angka Rp 9.750 per kg.
Namun, lanjut Wawan, saat rakernas APTRI pada 12-13 Mei lalu, usulan HPP minimal bisa di angka Rp 9.250. Kenyataannya, HPP yang diputuskan pemerintah ternyata hanya Rp 8.900 per kg.
Wawan mengungkapkan, meski kecewa dengan HPP 2015, namun petani tebu berharap mendapat jaminan untuk menutupi rendahnya HPP tersebut. Dia menyebutkan, jaminan itu berupa tingkat rendemen yang tinggi, harapannya rata-rata 7,5, dan jaminan impor raw sugar bisa ditahan supaya tidak dilakukan di saat musim giling.
‘’(Selain dua jaminan itu), kami pun berharap harga lelang minimal bisa mencapai Rp 9.500 per kg,’’ terang Wawan.
Wawan menuturkan, para petani tebu saat ini masih memiliki harapan bisa mencapai harga lelang sebesar Rp 9.500. Harga itu tak jauh berbeda dengan harga lelang di wilayah lain, di Lampung dan Jatim, yang sudah lelang awal Mei lalu, yang mencapai sekitar Rp 9.600 per kg.
Wawan menyatakan, para petani tebu sangat terpukul dengan tingkat rendemen maupun harga yang rendah dalam dua tahun terakhir. Karena itu, tingkat rendemen maupun harga gula pada tahun ini akan menjadi penentu apakah petani melanjutkan budidaya tebu atau tidak untuk tahun-tahun mendatang.
‘’Jika tingkat rendemen ternyata rendah, ditambah harga yang anjlok, maka itu akan menjadi tanda ‘lonceng kematian’ bagi petani tebu,’’ tegas Wawan.
Ketika disinggung mengenai musim giling, Wawan menjelaskan, untuk pabrik gula (PG) Sindanglaut sudah dimulai sejak 17 Mei 2015, dan PG Tersana Baru akan mulai giling sekitar 11 Juni. Sedangkan PG Karangsuwung berhenti beroperasi untuk musim giling 2015 sehingga bahan baku tebunya dibagi untuk PG Sindanglaut dan PG Tersana Baru.
Rencananya, lanjut Wawan, musim giling di PG Sindanglaut akan berlangsung selama 134 hari. Sedangkan musim giling untuk PG Tersana Baru rencananya akan dilakukan selama 117 hari.