REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum PAN, Totok Daryanto mengaku kaget dengan ucapan Faisal Basri yang menuduh mantan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa, sebagai biang keladi ambruknya industri bauksit nasional saat ini. Anggota Komisi VII DPR itu pun meminta Faisal Basri melakukan klarifikasi atas pernyataannya ini.
"Sebagai pengamat yang jujur seharusnya Faisal Basri tahu bahwa larangan ekspor hasil tambang raw material itu amanat UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara," ujarnya, Selasa (26/5).
UU ini, lanjut Totok, memerintahkan kepada seluruh pelaku usaha pertambangan dalam tenggat waktu 5 tahun sejak diberlakukannya undang-undang ini ekspor hasil tambang harus sudah dimurnikan dulu di Indonesia.
"Maka sejak Januari 2014 tidak boleh lagi ada ekspor bahan mentah termasuk bauksit. Keputusan pemerintah ini sejalan dengan keputusan Komisi VII dan pada waktu itu hampir semua pengamat berpendapat sama," katanya lagi.
Ia menambahkan, larangan ekspor bahan mentah berlaku untuk semua jenis hasil tambang, jadi tidak hanya untuk bauksit. Menurut Faisal, pelarangan ekspor bauksit itu merupakan permintaan perusahaan aluminium terbesar Rusia, yaitu UC Rusal, yang saat itu berencana menanamkan investasinya di Indonesia untuk membuat pabrik pengolahan bauksit (smelter alumina) di Kalimatan.
"Tuduhan ini fitnah dan Faisal bisa dikenakan delik hukum pencemaran nama baik, apalagi mengkaitkannya dengan kepentingan Pilpres," tegasnya.
Totok menegaskan, DPR dan pemerintah mempunyai komitmen yang sama mendorong pembangunan smelter di Indonesia. Tujuannya, kata dia, untuk memberikan nilai tambah bagi hasil tambang kita dan mendorong tumbuhnya industri hilir di Indonesia.
"Kebijakan ini tetap berlaku hingga sekarang sehingga ijin ekspor bahan tambang selalu dikaitkan dengan keseriusan para pengusaha pertambangan untuk membangun smelter," tandasnya.