REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan hakim yang mengabulkan gugatan praperadilan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo dapat mengancam 371 kasus korupsi yang ditangani KPK dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
"Putusan (praperadilan) itu mengancam 371 kasus tindak pidana korupsi yang sudah punya kekuatan hukum tetap (yang ditangani KPK) sejak 2004 dan dapat menjadi tidak sah padahal sudah diperiksa di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung dan yang sudah inkracht," kata pelaksana tugas (plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/5).
Dikabulkannya permohonan praperadilan Hadi didasarkan pada pertimbangan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum karena dilakukan oleh penyelidik dan penyidik independen yang pengangkatannya tidak sah.
"UU tidak memberikan peluang pada KPK untuk mengangkat penyelidik dan penyidik independen," ujar hakim Haswandi.
Hakim dalam amar putusannya menjelaskan penyelidik dan penyidik KPK sesuai dengan Pasal 45 dan Pasal 46 UU KPK haruslah berstatus sebagai penyelidik atau penyidik di instansi sebelumnya baik itu Polri atau Kejaksaan. Padahal menurut Ruki, bukan hanya KPK yang memiliki penyelidik yang berasal dari luar Polri.
"Putusan praperadilan yang menyatakan tidak sah penyelidikan yang dilakukan penyelidik bukan oleh anggota Polri berdasarkan pasal 1 UU 8 tahun 1981 tentang KUHAP berarti mementahkan semua penyidikan dan penanganan perkara yang ditangani penyidik non Polri," tambah Ruki.
Padahal berdasarkan pasal 7 UU nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP ada juga penyidik dari lembaga lain yang juga bukan dari Polri.
"Pasal 7 menyebutkan ada penyelidik jaksa, penyidik bea cukai, penyidik imigrasi, penyidik pasar modal, penyidik kehutanan, penyidik tindak pidana lingkungan, penyidik OJK, penyidik KPK, karena prakteknya penyidik tindak pidana-tindak pidana itu tidak dilakukan Polri dan tidak ada penyidik Polri yang manangani tindak pidana pajak," ungkap Ruki.