REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi mengkritisi putusan hakim tunggal Haswandi yang mengabulkan gugatan mantan dirjen Pajak Hadi Poernomo dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/5). Salah satu pertimbangan hakim adalah karena penyelidik dan penyidik untuk kasus Hadi bukan berasal dari Polri.
Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji menilai, pertimbangan keabsahan penyelidik KPK yang digunakan dalam memutus gugatan Hadi kurang tepat. Dalam menentukan keabsahan penyelidik ataupun penyidik, menurut dia, bukan merupakan wewenang hakim praperadilan.
"Keabsahan pengangkatan penyelidik atau penyidik KPK itu menjadi domain hakim PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," kata Indriyanto saat dikonfirmasi, Rabu (28/5).
Menurut Indriyanto, KPK bisa mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri atau secara independen di luar dari Kepolisian dan Kejaksaan. Hal itu tertuang dalam UU tentang KPK. "Penyelidik dan penyidik KPK bisa diangkat oleh pimpinan KPK. Kita (KPK) punya aturan khusus sendiri mengenai penyelidik maupun proses penyelidikan yang sangat berlainan dengan KUHAP," ujar dia.
Guru besar hukum pidana Universitas Krisnadwipayana ini menambahkan, putusan hakim juga //ultra petita// atau telah melampaui permohonan dari yang diajukan pemohon. Hakim Haswandi memerintahkan kepada KPK atau termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap mantan ketua BPK tersebut.
Padahal, kata Indriyanto, KPK tidak memiliki kewenangan menghentikan penyidikan. Sebab, dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, tidak diperkenankan bagi lembaga antikorupsi ini untuk menghentikan kasus yang telah masuk dalam tahap penyidikan.