REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyayangkan ketidakhadiran dari Kementerian Perindustrian (Kemenperian) dalam diskusi "Menakar Janji Manis Industri Otomotif Negeri Sendiri" di Kedai Tjikini, Jakarta, Rabu (27/5).
"Terus terang saya kecewa Kemenperin tidak hadir di acara ini, seharusnya diskusi ini bisa jadi masukan. Saya khawatir mereka tidak hadir karena mereka tidak mempunyai rencana industri Indonesia mau dibawa kemana, mungkin enggak punya planning kesana," ujar Hendri.
Ia juga menyatakan keprihatinannya atas tidak berkembangnya industri Indonesia yang ia katakan berhenti seiring lengsernya era Presiden Soeharto.
"Industi di Indonesia itu mati atau tidak berkembang terakhir jaman Soeharto, seinget saya saat IMF memaksa Soeharto menandatangani Letter of Intent," lanjutnya.
Dengan penandatangan tersebut, lanjutnya, keberadaan industri yang menghasilkan mesin yang dimiliki Indonesia pun ikut berakhir. Selepas era Soeharto, ia mengatakan, para pemimpin bangsa selanjutnya belum sepenuhnya fokus dalam memperhatikan sektor indusri dalam negeri, termasuk pada pemerintahan Jokowi saat ini.
"Dari sembilan nawacita Jokowi, harusnya ada 1-2 yang masuk RPJMN untuk menghidupkan kembali industri mesin-mesin di Indonesia, baru kita bicara industri otomotif atau mobil nasional," sambung Hendri.
Hendri mensinyalir sejumlah menteri saat ini tidak mengerti program Jokowi, dan hanya bertumpu pada sejumlah proyek jangka panjang tanpa memikirkan jangka pendeknya.
"Harusnya dari sekarang industri yang hasilkan mesin-mesin digalakkan Kemenperin," tegasnya.