Rabu 27 May 2015 19:56 WIB

Jimly: Tak Ada Regenerasi Kepemimpinan di Parpol di Indonesia

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie.
Foto: Antara
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie.

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie mengatakan nyaris tidak terjadi regenerasi kepemimpinan partai politik di Indonesia. Karena politikus yang memimpin partai politik sekarang sudah berusia tua.

"Partai dipimpin orang-orang yang sudah tua. Ada yang memiliki jabatan dewan pembina, turun jabatan menjadi ketua umum," katanya saat menyampaikan materi dalam "Sosialisasi Kode Etik Penyelenggara Pemilu tahun 2015 Etika Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara" di Auditorium Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Rabu.

Ia menjelaskan, nama-nama partai yang dipimpin oleh politikus yang sudah tua, seperti PDIP, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Hanura dan Partai NasDem. "Banyak yang sudah berulang kali menjadi ketua umum, tetapi sampai sekarang tidak mau melepaskan jabatan tersebut," ujarnya.

Menurutnya, salah satu alasan partai mengalami "ketuaan", yakni peranan partai dalam proses demokrasi sangat dominan. Untuk menjadi kepala negara, kepala daerah dan anggota legislatif harus menggunakan partai politik.

Hal itu disebabkan persyaratan untuk menjadi calon independen cukup berat, yang sulit dipenuhi. Seperti di Kepri, calon kepala daerah harus mengantungi bukti dukungan sebanyak 10 persen dari jumlah penduduk.

"Partai masih menjadi segala-galanya. Orang harus mendekati partai politik kalau ingin mencalonkan diri sebagai kepala negara, kepala daerah dan anggota legislatif," ujarnya.

Ia juga menyinggung soal kalimat yang disampaikan oleh seorang ketua umum partai politik yang menyebutkan Presiden Joko Widodo sebagai petugas partai. Menurutnya, kalimat itu bukan tidak disengaja, melainkan mencerminkan kondisi.

"Itu bukan salah ngomong, tapi cerminan apa yang diinginkan. Semua pejabat dari partai menjadi petugas partai. Itu menunjukkan kekuatan partai luar biasa," katanya.

Jimly mengatakan, ketua umum tidak mau menjadi menteri, meski untuk mendapatkan jabatan itu tidak sulit. Namun mereka menjadi pengendali para menteri yang berasal dari partainya.

"Tidak mau menjadi menteri, tetapi mereka ingin menjadi 'king maker'. Ini yang terjadi dan dilihat oleh masyarakat Indonesia," katanya.

Dia mengemukakan, dalam demokrasi moderen nyaris tidak ditemukan kepala negara atau pun kepala daerah menjabat sebagai ketua umum partai. Sistem demokrasi seperti itu dapat ditemukan di Amerika Serikat, bukan di Indonesia.

"Indonesia harus menunggu lama untuk mengubah itu menjadi lebih baik," ucapnya.

Dia mengingatkan pengurus partai politik untuk tetap konsisten menegaskan demokrasi secara maksimal untuk kemajuan Indonesia. Kepentingan partai harus diperkecil untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

"Sehebat-hebatnya parpol itu, hanya sebagai organisasi privat, milik orang per orang," tandasnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement