Kamis 28 May 2015 05:28 WIB

Tenggelamkan Kapal Nelayan, TNI AL Diejek Negara Tetangga

TNI AL menenggelamkan sejumlah kapal asing di perairan Kepri, Rabu (20/5).
Foto: Puspen TNI
TNI AL menenggelamkan sejumlah kapal asing di perairan Kepri, Rabu (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti yang menggandeng Mabes TNI AL untuk penenggelaman kapal nelayan asing dinilai kurang tepat. Pasalnya, TNI AL berfungsi sebagai penjaga kedaulatan dan pertahanan NKRI. Sebagai unsur kombatan, TNI AL tidak selayaknya menjadi eksekutor dalam penenggelaman kapal ikan.

"Kami diejek AL negara tetangga, beraninya sama kapal nelayan. Ini menurunkan kredibilitas AL sendiri," kata Kepala Staf Komando Armada Indonesia Kawasan Barat (Koarmabar) Laksamana Pertama Amarulla Octavian dalam diskusi tentang maritim Indonesia yang dihelat Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (IK2MI) di Jakarta, Rabu (27/5). Hadir sebagai pemateri lainnya adalah Ketua IK2MI (Purn) Laksamana Madya Didik Heru Purnomo dan Koordinator Front Nelayan Bersatu, Bambang Wicaksana.

Octavian mengakui, bukan menjadi tugas bagi TNI AL dalam penenggelaman kapal nelayan. Kalau pun pemerintah mau menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di Indonesia, ia menyarankan agar hal itu dilakukan Kementerian KKP atau Badan Keamanan Laut (Bakamla), yang bertugas menegakkan hukum di laut.

Karena mendapat perintah dari presiden sebagai pemimpin tertinggi, ungkap dia, TNI AL siap melaksanakan perintah untuk terlibat penenggelaman kapal. "Kami setuju untuk melepaskan fungsi penegakam hukum di laut. Kami bisa serahkan ke Bakamla, kalau sudah berfungsi sebagai coast guard. AL tak perlu menangkap dan menenggelamkan kapal kategori perikanan," kata alumnus Akademi Angkatan Laut 1988 tersebut.

Selain itu, Octavian juga menyinggung tentang permasalahan Laut Cina Selatan yang diklaim pemerintah Cina. Padahal, langkah Cina itu bisa membuat sebagian Laut Natuna yang masuk Republik Indonesia menjadi bagian wilayah Cina. Dia pun mempertanyakan argumen pemerintah Cina yang mengklaim Laut Cina Selatan berdasarkan pelayaran armada Cheng Ho.

"Soal dinamika Laut Cina Selatan. Cina kalim laut dari jalur pelayaran Cheng Hoo. Mengapa tidak sekalian diklaim saja laut Afrika dan Laut Jawa? Kan Cheng Ho juga pernah ke Semarang?" ujarnya.

Bahkan, menurut informasi yang didapatkannya, beberapa kali kapal milik pemerintah Cina sudah memasuki batas Laut Natuna. Kejadian itu menurutnya tak bisa dibiarkan.

Dia pun menyarankan agar pemerintah segera membangun pangkalan dan sistem deteksi dini guna di pulau terluar guna mengamankan batas wilayah laut yang bersinggungan dengan Laut Cina Selatan. Hal itu juga sebagai langkah untuk mengamankan wilayah RI yang disebut memiliki cadangan minyak besar tersebut.

Ketua IK2MI (Purn) Laksamana Madya Didik Heru Purnomo mengingatkan, pemerintah untuk tidak menempuh jalan konfrontatif terkait klaim Laut Cina Selatan. Dia menyarankan agar pemerintah lebih baik terus mengupayakan dialog agar potensi di Laut Cina Selatan bisa memberikan kemakmuran bagi Indonesia dan Cina.

Terkait seringnya kapal Cina masuk perbatasan laut RI, ia menyebut bahwa itu bukan kapal perang yang sengaja ingin melanggar kedaulatan wilayah. Kapal itu berlayar sampai ke ujung perbatasan karena ingin menjaga nelayan Cina yang mencari ikan di Laut Cina selatan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement