Kamis 28 May 2015 13:15 WIB

Pengendalian Inflasi di Jabar Perlu Perbaikan

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Satya Festiani
Inflasi (ilustrasi)
Inflasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Provinsi Jawa Barat gagal menjadi yang terbaik sebagai pengendali inflasi tahun 2014. Padahal sejak 2008, inflasi Jabar selalu rendah sehingga kerap mendapat penghargaan dari pemerintah pusat.

Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar, Ferry Sofwan, pihaknya mendapat nominasi sebagai provinsi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terbaik bersama dengan Yogyakarta. Namun kali ini, yang menjadi jawara adalah Jawa Timur.

"Kedepan, perlu ada sejumlah perbaikan dalam upaya pengendalian inflasi di Jabar," ujarnya kepada wartawan, Rabu petang (27/5).

Ferry mengatakan, inflasi di Jabar dari Januari hingga Desember cukup tinggi, mencapai 7,41 persen. Meski tinggi inflasi Jabar tahun 2014, sebenarnya lebih rendah dari rata-rata nasional yang mencapai 8,36 persen.

"Kita kalah karena pada inflasi di triwulan I-2014 lebih tinggi dari nasional, sedangkan Jatim pada periode tersebut lebih rendah," katanya.

Menurut Ferry, TPID Jabar telah bekerja keras untuk mengendalikan inflasi di Jabar. Salah satunya, dengan membangun portal harga pangan. Portal ini berisi informasi dan panduan harga pangan strategis seperti beras, minyak goreng, telur, daging ayam, daging sapi, dan lain-lain.

Bahkan, kata dia, portal tersebut mendapat pengakuan dari pemerintah pusat. Sehingga, akan dibuat koneksi langsung dengan portal nasional.

Dikatakan Ferry, upaya pengendalian inflasi lainnya yang telah dilakukan adalah dengan memperlancar jalur distribusi Barang kebutuhan pokok. Yakni, dengan menggandeng Dinas Perhubungan dan jajaran kepolisian.

"Banyak upaya yang telah kita lakukan tapi inflasi Jabar pada tahun lalu cukup tinggi," katanya.

Salah satunya, kata dia, akibat kebijakan pemerintah pusat seperti kenaikan harga BBM, dan tarif dasar listrik. Ferry menilai pergerakan inflasi Jabar sangat rentan dengan kebijakan pemerintah pusat. Hal disebabkan sebagian besar industri nasional berada di 'Tatar Pasundan'.

Melihat kondisi tersebut, kata dia, pihaknya terus melakukan terobosan baru diantaranya dengan membangun sistem resi gudang terpadu secara online. Sistem yang pertama di Indonesia ini memanfaatkan jaringan milik PT Pos Indonesia dengan mengikuti standarisasi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Pemprov juga berencana membuat sebuah gerakan menanam cabai di pekarangan. Pihaknya akan membagikan ribuan bibit cabai dan polybag kepada masyarakat.

"Kami akan buat gerakan menanam cabai," katanya.

Sebab, kata dia, cabai menjadi komoditi penyumbang inflasi terbesar. Jika dana APBD terbatas maka akan menggunakan dana CSR.

Ferry juga meminta dukungan dari pemerintah kabupaten/kota dalam upaya pengendalian inflasi di Jabar. Pemerintah kabupaten/kota diminta waspada terhadap laju inflasi di wilayahnya masing-masing.

Jika terjadi lonjakan harga, Ferry meminta, kabupaten/kota untuk menggelar Operasi Pasar Murah (OPM) Kebutuhan Pokok Masyarakat (Kepokmas). Pemprov menyediakan anggaran untuk kegiatan tersebut selama setahun sebesar Rp10 miliar.

"Kabupaten/kota bisa mengajukan OPM Kepokmas kepada kita. Dalam setahun, setidaknya mereka bisa menggelar dua kali," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement