REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah memastikan anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada akan rampung pada pekan ini. Namun, persoalan anggaran saat ini justru bergeser ke pengawasan Pilkada.
Data Badan Pengawas Pemilu per Selasa (26/5) seperti yang disampaikan Ketua Bawaslu Rabu (27/5) baru sekitar 70 daerah yang telah menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Padahal, tahapan Pilkada sudah dimulai dan memerlukan pengawasan.
Pengamat Pemilu dari Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan hal ini seharusnya perlu menjadi perhatian dari Pemerintah. Pasalnya, sisi pengawasan Pilkada menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan Pilkada.
"Perlakukan ke penyelenggaran Pilkada tidak boleh berbeda, Pemda jangan berbeda baik itu penyelesaian cepat, tegas dalam penganggaran pengawasan," kata Titi di Jakarta, Kamis (28/5).
Ia mengatakan keberadaan pengawasan sendiri untuk Pilkada sudah dibutuhkan pada saat tahapan Pilkada dimulai. Sehingga, anggaran terhadap pengawasan baik itu Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota sudah harus selesai jauh-jauh hari sebelum tahapan oleh penyelenggara dimulai.
"Selambat-lambatnya itu saat tahapan dimulai, tapi kalau begitu apakah pengawas sudah siap, kita harus konsisten dengan UU, kalau tidak dijalankan satu saja, itu mengabaikan UU artinya," ujar perempuan yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Perludem tersebut.
Oleh karena itu menurut Titi, pemerintah tidak boleh mengabaikan aspek pengawasan Pilkada dan harus mendorong anggaran pengawasan diselesaikan.
"Jadi saya kira langkah yang diambil pemerintah harus sama dengan penyelenggara," katanya.