REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Sejumlah petani di Desa Cibeber, Kecamatan Kiarapedes, Kabupaten Purwakarta, Jabar, resah. Pasalnya, debit air di saluran irigasi pedesaan mulai berkurang. Kondisi ini, menjadi ancaman tersendiri buat petani.
Dedi Junaedi (38 tahun), petani setempat, mengatakan, saat ini petani resah. Khawatir, kekeringan melanda wilayah ini. Apalagi, saat ini memasuki musim kemarau. Debit irigasi desa juga sudah menyusut. "Jadi, saat ini kami sudah mulai gilir giring air," ujar Dedi, kepada wartawan, Kamis (28/5).
Maksudnya, air yang ada di irigasi dibendung, lalu dialirkan ke sawah. Membendung air ini, dilakukan secara bergilir dengan petani lain. Kalau irigasi itu tak dibendung, maka areal sawah petani tak bisa teraliri air.
Jika begitu, maka ancaman gagal tanam akan terjadi. Sebab, saat ini padi yang ditanam petani sudah berusia sebulan. Bila suplai airnya tak terjaga, maka padi itu terancam kekeringan. "Tapi, yang jadi masalah yaitu sistem gilir giring ini. Kalau petani tidak sabaran, bisa-bisa ribut karena berebut air," ujarnya.
Sementara itu, Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta sudah mewaspadai terjadinya kekeringan saat musim kemarau ini. Saat ini, instansi tersebut masih menginventarisasi data sawah yang rawan kekeringan.
Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta, Tarsamana Wawan Setiawan, mengatakan, luas areal pertanian di wilayah ini mencapai 17.580 hektare. Sawah itu, tersebar di 17 kecamatan yang ada. Dari 17 kecamatan itu, delapan di antaranya rawan kekeringan.
Yakni, Kecamatan Maniis, Tegalwaru, Plered, Cibatu, Campaka, Bungusari, Jatiluhur dan Sukasari. "Tapi, untuk data riilnya kita masih melakukan inventarisasi," ujar Wawan.
Akan tetapi, sampai saat ini masih belum ada laporan resmi dari petugas lapangan soal sawah yang kekeringan. Meski demikian, pihaknya telah menghimbau kepada petani untuk memanfaatkan air bawah tanah dengan cara pompanisasi.