REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar seni rupa ITB Prof Dr Primadi Tabrani menyatakan kearifan lokal merupakan sumber industri kreatif yang paling baik, karena sentuhan teknologi bisa menjadi sumber industri kreatif dalam kurun waktu terbatas.
"Kreativitas dari sentuhan teknologi itu tidak langgeng, karena teknologi itu bersifat pengulangan dan akhirnya akan mencapai titik jenuh, buktinya Jepang yang kini bisa dikalahkan Cinak," kata guru besar seni rupa ITB itu di Surabaya, Kamis (28/5).
Dalam Seminar Nasional Budaya Nusantara (Senayantra) 2015 yang digelar dalam rangka dies natalis ke-44 Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Surabaya, ia menjelaskan kearifan lokal itu cukup potensial di "Benua Maritim" Indonesia/Nusantara.
"Budaya Nusantara itu sangat berbeda dengan budaya pada benua-benua darat seperti Amerika, Afrika, Eropa, Asia, dan Australia, karena budaya pada benua darat itu agresif, suka perang, dan berpandangan dualisme (konflik), namun Indonesia itu berbudaya maritim," katanya.
Menurut guru besar pada Fakultas Seni dan Desain ITB itu, budaya maritim itu lebih suka damai, suka kesatuan, dan berpandangan dwitunggal. "Buktinya, Trowulan itu tidak memiliki benteng, banyak kanal air, dan memandang laut sebagai pemersatu," katanya.
Dengan budaya yang damai dan dwitunggal (bhinneka tunggal ika) itu, cara berkesenian yang tumbuh adalah bahasa rupa atau seni yang bercerita. "Seperti ukiran pada Candi Borobudur itu bercerita, atau batik yang tidak hanya pakaian tapi berbeda untuk pejabat, rakyat, dan kegiatan tertentu. Jadi, seni pada benua maritim itu bercerita dan banyak kreasi," katanya.
Oleh karena itu, katanya, Budaya Nusantara itu merupakan potensi yang besar untuk menumbuhkan kreativitas, termasuk industri kreatif sekalipun, bahkan kreativitas dari benua maritim itu tidak akan kehabisan ide/cerita.
"Untuk itu, saatnya kita kembali pada kearifan lokal dan secara bertahap meninggalkan budaya darat yang melanda Bangsa Nusantara akibat datangnya penjajah selama berabad-abad," katanya.
Senada dengan itu, Guru Besar Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Prof Drs Jakob Soemardjo menyatakan Budaya Indonesia itu cukup berwarna yakni dataran rendah (Jawa), bukit/ladang (Sunda/Sumatera), pulau kecil/maritim (Nusa Tenggara), dan hutan/pramu (Papua).
"Jadi, budaya Indonesia itu berlapis-lapis dari budaya sangat modern, budaya agama, dan primordial. Budaya primordial itu tidak membinasakan pihak lain dan sangat kreatif, karena berusaha menyatukan perbedaan dari tradisi dulu dan kekinian," katanya.