REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Direktur Eksekutif Pusat Kajian Trisakti Fahmi Habsyi mengatakan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla layak mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian karena sikapnya yang ikut turun tangan menampung dan menyelamatkan pengungsi Rohingya.
"Kebijakan tersebut harus diapresiasi karena cerminan kebijakan politik luar negeri yang sejalan dengan semangat internasional Bung Karno. Maka pantas untuk mendapatkan Nobel Perdamaian," kata Fahmi yang juga salah satu dekalrator Pro Jokowi (Projo), Jumat (29/5).
Gelombang ribuan pengungsi Rohingya yang terusir dari negaranya sendiri Myanmar dan terombang-ambing di lautan telah menimbulkan keprihatinan masyarakat internasional.
"Jika kita bangsa yang individualis, pasti berpikirnya untuk apa memikirkan Rohingya ketika masih banyak permasalahan sosial politik dalam negeri yang harus diperhatikan dan tidak mau ikut campur urusan negara tetangga. Tapi itu bukan yang diajarkan 'founding fathers' kita," ujarnya.
Ia melanjutkan Jokowi-JK telah menunjukkan kelasnya jauh di atas Aung San Syu Kyii menujukkan empati kemanusiaan lintas dimensi tanpa pertimbangan pragmatis.
"Karena itu, Jokowi-JK layak mendapatkan Nobel Perdamaian tahun ini," katanya.
Fahmi berpesan khusus kepada San Syu Kyi, jika dia manusia, pasti tau diri dan akan buang hadiah Nobelnya di Samudera Hindia untuk di kubur bersama pengungsi yang tenggelam dan terusir dari halaman rumah Syu Kyi.
Kegeraman publik bermunculan terhadap tokoh politik Myanmar yang juga penerima Nobel Perdamaian Aung San Syu Kyi yang dianggap tidak peduli dan tidak bersikap atas diskriminasi dan pelanggaran HAM yang menimpa pengungsi Rohingya.
"Kualitas Aung San Syu Kyii ternyata hanya memikirkan rumput hijau atau masa depan karir politiknya di Myanmar dibanding berempati dan mengadvokasi atas diskriminasi HAM Rohingya yang juga pernah dialaminya dahulu, dan diperjuangkan masyarakat internasional, " katanya.
Menurut dia, sikap Indonesia jelas menentang fasisme yang berkedok agama seperti ISIS juga biksu fasis Ashin Wirathu.
"Dunia salah investasi membela Aung San Syu Kyi dahulu," katanya.