Jumat 29 May 2015 14:05 WIB
Kasus Novel Baswedan

Penangkapan dan Penahanan Novel Melanggar Perkap

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Erik Purnama Putra
Penyidik KPK Novel Baswedan.
Foto: Republika/Wihdan H
Penyidik KPK Novel Baswedan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Praperadilan kali ini terkait dengan penangkapan dan penahanan.

Kuasa hukum Novel, Febi Yonesta dalam membacakan permohonan praperadilan menyatakan penangkapan dan penahanan terhadap Novel oleh penyidik Bareskrim tidak sah dan melanggar HAM. Sebab, kata Febi, tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain itu, juga melanggar Peraturan Kapolri (Perkap).

"Melanggar Perkap Nomor 14 Tahun 2012 dan Perkal Nomor 8 Tahun 2009," ujar Febi saat persidangan, Jumat (29/5).

Kuasa hukum lainnya, Julius Ibrani saat membacakan permohonan menyangkal bahwa kliennya tidak memenuhi panggilan penyidik tanpa alasan. Menurut Julius, ketidakhadiran kliennya pada pemanggilan pertama dan kedua karena sedang bertugas di KPK.

Novel, lanjutnya, juga telah memberitahukan sebelumnya terkait alasan ketidakhadiran. Kemudian, kata Julius, Novel membenarkan membuka pintu sendiri saat penyidik mendatangi rumahnya saat akan melakukan penangkapan.

Akan tetapi, saat Novel naik ke kamarnya di lanyai dua, penyidik juga mengikuti sampai ke depan pintu kamat tanpa izin. Tindakan tersebut tidak dibenarkan karena Novel hanya mengizinkan sampai di ruang tamu. Dengan begitu, penangkapan dinilai tidak sesuai prosedur.

Selanjutnya, Novel juga mempermasalahkan terkait surat perintah penangkapan yang kadaluarsa. Menurut Julius, surat perintah penangkapan dari Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tertanggal 24 April 2015. Akan tetapi, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) disebutkan penangkapan dapat dilakukan paling lama satu hari setelah surat penangkapan dikeluarkan.

Karena itu, lanjutnya, penangkapan terhadap Novel pada 1 Mei 2015 sudah kedaluarsa. Sehingga dinilai tidak sah.

Dalam tuntutannya, Muji Kartika Rahayu memohon agar hakim menyatakan penangkapan dan penahanan tidak sah. "Memerintahkan termohon audit kinerja penyidik," kata Muji, saat mebacakan tuntutan.

Kemudian, termohon agar meminta maaf dengan menggunakan baleho ukuran 3x6 dan dipasang di depan Mabes Polri selama tujuh hari. Polri juga diminta untuk mengganti rugi satu rupiah.

Hakim tunggal Zuhairi memutuskan sidang dilanjutkan Senin (1/6). Pihak termohon akan membacakan jawaban dari permohonan pemohon. Rahmat Fajar

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement