Ahad 31 May 2015 16:51 WIB

Kemenlu Tunggu ITF Tangani ABK WNI di London

Rep: C97/ Red: Ilham
  Personil Marinir menjaga ABK kapal ikan asing di Markas Komando (Mako) Lantamal IX Ambon, Maluku, Ahad (14/12). (Antara/Izaac Mulyawan)
Personil Marinir menjaga ABK kapal ikan asing di Markas Komando (Mako) Lantamal IX Ambon, Maluku, Ahad (14/12). (Antara/Izaac Mulyawan)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI masih menunggu aba-aba dari International Transportation Federation (ITF) terkait masalah anak buah kapal (ABK) yang ditahan di London. Hal ini dikemukakan oleh Plt Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal.

"Kami tidak mau mengambil langkah yang kontraproduktif. Makanya kami lebih hati-hati dalam mengambil tindakan," ujarnya di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta, Ahad (31/5).

Menurutnya, selain 11 ABK WNI, ada satu ABK dari Philipina dan satu dari Rumania. Sampai saat ini, sikap kedua negara tersebut sama. Masih menunggu aba-aba dari ITF.

 

Lalu menjelaskan, masalah penangkapan tersebut berbeda dengan kasus trafficking. Penahanan tersebut lebih ditujukan pada pemilik kapal asal Itali. Dimana perusahaan pemilik kapal memiliki hutang yang belum dilunasi pada tiga negara. Perusahaan juga dituntut untuk membayar ABK-nya.

"Pengadilan Italia sudah menyetujui dan menjamin pembayaran gaji ABK. Tapi ITF tidak mempercayainya. Makanya ABK masih ditahan sampai sekarang. ITF ingin hutang-hutang perusahaan juga dilunasi," papar Lalu.

Sikap kehati-hatian Kemenlu bukan tanpa alasan. Karena dulu Kemenlu pernah membebaskan dan mengeluarkan ABK dari kuasa kapal. Tapi akibatnya perusahaan pemilik kapal tidak mau membayar gaji ABK. Dengan alasan mereka sudah keluar dari kontrak kapal.

 

"Hingga sekarang kami masih memonitoring kelanjutan kasus ini. Kalau kami mengintervensi langsung, khawatirnya malah tambah rumit," kata Lalu.

Ia yakin masalah ini bisa diselesaikan sebagaimana harusnya oleh Uni Eropa dan WNI akan tetap dalam kondisi baik. Lagi pula, kata Lalu, kasus penahanan di London terjadi pada kapal wisata. Sehingga kemungkinan terjadi trafficking sangat kecil. Berbeda dengan kapal nelayan. "Bahkan 90 persen ABK di kapal nelayan merupakan korban trafficking," paparnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement