REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua kubu partai Golkar sudah sepakat islah untuk mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Di poin keempat kesepakatan islah, dua kubu menyerahkan pada KPU siapa yang berhak untuk menandatangani pengajuan calon kepala daerah.
Namun, KPU tetap pada pendiriannya merujuk pada peraturan yang sudah dibuat siapa yang berhak mengesahkan pendaftaran calon kepala daerah. Dalam peraturan KPU, sudah jelas rujukan KPU untuk menentukan kepengurusan yang sah adalah berdasar Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM.
Komisioner KPU, Juri Ardiantoro mengatakan, islah memang jadi satu jalan yang diambil agar parpol bersengketa dapat mengikuti pilkada. Namun, islah ini bukan hanya berlaku sementara, namun lebih pada kepengurusan baru antara dua kubu yang bersengketa. Kepengurusan baru hasil islah ini harus disahkan oleh Menkumham.
“SK Kumham yang terbit dengan proses islah, maka otomatis menghapuskan atau mencabut SK Menkumham yang ada di pengadilan atau yang sudah dikeluarkan Menkumham,” kata Ardiantoro, Ahad (31/5).
Artinya, imbuh Ardiantoro, pengertian KPU, SK Kemenkumham untuk mengesahkan kepengurusan baru berarti mencabut SK Menkumham sebelumnya. Jadi, tidak akan ada dua SK Menkumham soal kepengurusan.
Bagi KPU, kata Ardiantoro, sepanjang kepengurusan ada SK Menkumham, persoalan untuk pendafataran pilkada sudah selesai. Partai Golkar atau PPP dapat mengajukan calon kepala daerah di pilkada nanti. Sebab, proses hukum dan politik tidak menjadi pedoman bagi KPU untuk mendaftarkan calon kepala daerah.