Senin 01 Jun 2015 02:06 WIB

APBI: 100 Ribu Pekerja Tambang Terpaksa Diputus Kontrak

Rep: C85/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Pekerja tambang beraktivitas di area pengeboran minyak dan gas.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pekerja tambang beraktivitas di area pengeboran minyak dan gas. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan ekonomi yang terjadi pada kuartal pertama tahun 2015 ini ternyata berdampak serius pada nasib ratusan ribu orang yang bekerja di sektor industri.

Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir mengungkapkan, setidaknya 40 persen dari pekerja pertambangan terpaksa diputus kontrak kerjanya.

Artinya, lanjut Pandu, dari total 350 ribu pekerja di sektor pertambangan di seluruh Indonesia, terdapat 100 hingga 150 ribu karyawan tambang yang terpaksa putus kontrak.

"Jadi itu terasa lah di sektor tambang dan riil sudah sangat terasa. Ekspektasi kami buat kuartal ketiga keempat akan lebih rendah dari pertama dan kedua," ujar Pandu, Ahad (31/5).

Penyebabnya, kata Pandu, lebih kepada kondisi ekonomi yang lesu dan diikuti harga batubara yang anjlok. Pandu melihat, ada ekspektasi dari pengusaha bahwa pertumbuhan sektor pertambangan akan lebih rendah pada kuartal ketiga dan keempat tahun ini.

Dari segi produksi, industri pertambangan batu bara juga terpaksa menekan angka produksinya, sejak dua tahun lalu.

"Nah tahun ini kayaknya sudah mencapai level yang sudah sangat rendah. Dari sisi produksi pun sudah diturunkan. Nah kalau dari sisi tambang yang sudah tidak lagi berproduksi sudah hampir 40 persen yah," katanya.

Pengurangan pekerja secara drastis, kata Pandu, sudah dimulai sejak tahun lalu. Hanya saja, kondisi ini semakin parah dan puncaknya, ribuan karyawan terpaksa di-PHK tahun ini.

"Kami sudah sangat susah untuk mensiasati. Katakanlah harga baru bara sudah balik ke 2005 2006. Hanya bedanya harga cost-nya dobel di bandung 2005 2006. Saat bukan masalah untung atau tidak. Saat sudah banyak ya sudah tutup saja," kata Pandu lagi.

Pandu mendesak kepada pemerintah untuk bisa mengeluarkan insentif bagi pengusaha tambang agar bisa bertahan. Salah satunya, dengan memberikan keringanan pajak, kemudahan dalam blanket purchase agreement (BPA), dan perizinan mulut tambang.

"Kami berharap pemerintah bisa lakukan sesuatu. Tinggal apa pemerintah bisa bantu atau tidak. Kalau tidak ya sudah ini bisa permanen. Penurunan pertumbuhan sektor pertambangan bisa 15 persen dalam dua tahun ke depan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement