Senin 01 Jun 2015 23:39 WIB

Pancasila Hampir Terkikis dari Negara

Burung Garuda
Foto: en.wikipedia.org
Burung Garuda

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Ahli filsafat dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Profesor Aholiab Watloly berpendapat, Pancasila bukanlah pilar kebangsaan, melainkan dasar kebangsaan Indonesia. Hal itu menurutnya belum dipahami dengan benar oleh masyarakat, bahkan pemerintah.

"Sejak reformasi, Pancasila hampir dikikis habis dari negara maupun memori kolektif bangsa, mesti disadari itu kecelakaan, bahkan lebih celakanya lagi Pancasila dijadikan pilar bangsa bukan sebagai dasar bangsa," katanya saat dihubungi melalui telepon selularnya dari Ambon, Senin (1/6).

Guru Besar Filsafat pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpatti itu saat ini sedang mengikuti Kongres Pancasila ke-VII yang digelar di Universitas Gadja Mada (UGM) Yogyakarta. Ia mengatakan, berdasarkan sejarah lahirnya, bung Karno menjadikan Pancasila sebagai dasar untuk mendirikan Indonesia, falsafah bangsa, juga norma dan dasar untuk menyelenggarakan dan mengontrol jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan pilar seperti yang terdapat dalam teori Empat Pilar Kebangsaan.

Karenanya, Indonesia tidak bisa lepas dari Pancasila yang merupakan pemersatu, pandangan hidup yang memberi arah, orientasi, dan semangat batin bagi generasi bangsa untuk hidup di tengah-tengah bangsanya sendiri, juga bangsa-bangsa lainnya dengan jati diri ke-Indonesiaan.

"Kurikulum tentang Pancasila telah dihilangkan dari sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi, bahkan lembaga-lembaga yang ditugasi sebelumnya oleh negara untuk melaksanakan atau mempelopori pendidikan Pancasila juga dihilangkan, seperti BP7, penataran P4 sudah tidak ada lagi," katanya.

Menurut Aholiab, sebagai negara besar dengan kemajemukan suku bangsa, bahasa dan budaya, masyarakat Indonesia harus memahami dengan benar lima sila yang terkandung dalam Pancasila, dengan begitu keutuhan dan keharmonisan bangsa akan tetap terjaga, karena di dalamnya ada pengakuan perbedaan tapi juga saling menerima persamaan sebagai anak bangsa.

"Di dalam Pancasila diletakan dasar-dasar yang disebut dengan Bhineka Tunggal Ika, memberi dasar bagi kita untuk saling mengakui sebagai bangsa besar yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, bahasa dan budaya tapi disatukan dalam sebuah rumah kebangsaan yang bernama Indonesia, ada pengakuan terhadap perbedaaan tetapi juga ada arahan untuk saling menerima untuk menjadi anak bangsa bersama," ucapnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement