Selasa 02 Jun 2015 09:24 WIB

Anak Suriah tak Bisa Menikmati Masa Kecil Akibat Konflik

Anak kecil di Suriah kehilangan masa bermain.
Foto: Reuters
Anak kecil di Suriah kehilangan masa bermain.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Muhannad Samih, pedagang jalanan yang berusia 14 tahun, bukan hanya putus sekolah untuk mencari nafkah, tapi juga kehilangan banyak masa kanak-kanaknya--yang tak bisa digantikan.

Dia kelihatannya bahkan akan kehilangan masa remajanya jika krisis Suriah tak juga berakhir dalam waktu dekat. "Saya sudah lama tidak bersekolah, sebab saya mau menjadi lelaki yang mencari nafkah buat orang tua dan saudara perempuan saya. Saya tak punya waktu untuk melakukan permainan anak kecil atau romantika remaja," katanya.

Samih mengatakan ia putus sekolah ketika keluarganya, yang memiliki enam anggota, menyelamatkan diri dari kerusuhan di Provinsi Daraa, Suriah Selatan, dan mencari kehidupan di Damaskus, Ibu Kota Suriah.

Dengan satu ember bunga mawar merah terikat di pinggangnya, Samil menelusuri daerah kuno Pasar Hamidiyeh di Damaskus. Dia 'memburu burung cinta' dan berbicara manis dengan mereak agar mau membeli dagangannya.

"Saya mengetahui cara membuat malu seorang lelaki di depan teman perempuan atau pacarnya agar membeli bunga dari saya," kata remaja tersebut. Namun senyumnya memudar ketika ia mengatakan ia tak mempunyai waktu untuk memburu hobinya atau mencari pacar.

"Saya merasa saya tumbuh makin tua dengan cepat sekali. Saya tak punya waktu untuk bermain; saya bahkan tak memiliki dorongan untuk berleha-leha atau memiliki pacar. Saya jauh dari itu sebab saya seorang lelaki yang memikul tanggung-jawab sekarang," kata Samih. Ia mengenakan baju tangan panjang, kaus berwarna hitam dan jeans yang berwarna lusuh.

Tapi ia memakai cincin perak palsu di jari manisnya, untuk meniru orang dewasa yang setiap hari ia lihat pasar tempatnya berjualan. Ia bahkan berbicara seperti seorang lelaki dan berjalan seperti seorang laki-laki.

"Saya satu-satunya pencari nafkah di keluarga saya, sebab ayah saya sakit dan saya cuma memiliki saudara perempuan, tanpa saudara lelaki untuk ikut memikul tanggung-jawab bersama saya," katanya.

Samih mengatakan ia tak berpikir untuk bersekolah lagi. "Saya kira saya takkan kembali ke sekolah. Saya merasa lebih tua untuk itu, tapi saya memberitahu Anda, saya bermimpin membuka toko pada masa depan," katanya. Ia menambahkan pekerjaannya saat ini adalah satu-satunya yang ada di benaknya.

Samih adalah satu dari ribuan anak dan remaja, yang impian dan harapan mereka dan bahkan usia mereka yang sesungguhnya telah dirampas oleh konflik empat tahun di negeri mereka.

sumber : Antara/Xinhua-OANA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement