REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Menjelang ramadhan, Pemkab Sleman melakukan razia minuman keras di berbagai titik. Hal ini dilakukan untuk menciptakan suasana kondusif di bulan suci nanti. Kegiatan tersebut berlangsung sejak Sabtu (30/5) sampai Kamis (4/6).
Menurut Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Satpol PP Sleman Eko Suhargono, minuman keras masih beredar di warung-warung ilegal. Selain cipta kondisi ramadhan, aktivitas ini dilakukan untuk menegakan Perda Sleman nomor 8 tahun 2007 tentang larangan penjualan miras.
"Tapi kalau di tempat yang legal seperti kafe dan hotel, kami hanya mengawasi saja," katanya saat ditemui di Kantor Humas Pemkab Sleman, Senin (1/6).
Eko sendiri enggan menyebutkan titik operasi razia. Sebab hal itu masih dirahasiakan untuk menghindari kebocoran informasi. Namun ia bertutur, masih banyak miras dari berbagai merk yang diperjualbelikan di masyarakat. Bahkan ada yang dijual dalam kemasan botol hasil produksi rumah tangga.
Eko memgemukakan, pelanggar Perda Miras akan dikenai sanksi cukup berat, yaitu denda Rp 10 juta dan kurungan penjara dua bulan. “Bukan itu saja, karena pelanggaran ini termasuk tindak pidana, pelanggarnya juga terkena hukuman subsider,” ujarnya.
Selain untuk mempersemit peredaran miras, hukuman ditujukan agar para pelaku jera. Eko menjelaskan, pelarangan miras juga dilakukan untuk menekan angka kejahatan. Sebab sebagian besar kasus kriminalitas berawal dari penyalahgunaan miras. Dimana pelakunya menenggak miras sebelum beraksi. “Maka itu, kami mengimbau masyarakat untuk melaporkan penyalahgunaan miras pada aparat berwenang,” ucap Eko.
Ia menambahkan, penjualan miras golongan A, yaitu alkohol berkadar satu sampai lima persen sudah tidak diperbolehkan. Terutama di Sleman. "Karena itu, kami akan terus melakukan operasi rutin dan sosialisasi untuk mengurangi peredaran miras ini,” kata Eko.
Selain penertiban miras, Satpol PP Sleman iuga melakukan razia ke tempat-tempat prostitusi. Operasi cipta kondisi ramadhan ini bekerjasama dengan daerah lain. Terutama di daerah perbatasan, seperti Kota Yogyakarta, Bantul, dan Kulon Progo. “Sasaran kami yang lain, yaitu salon dan kos-kosan. Khususnya yang diduga menjadi tempat plus-plus,” papar Eko.