REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Aceh punya tradisi unik pada hari terakhir bulan Ramadhan. Dua hari sebelum hari raya Idul Fitri, masyarakat Aceh menggelar tradisi meugang yakni tradisi menyembelih sapi atau kambing untuk disantap bersama.
Pada hari itu, warga mendatangi masjid di dekat tempat tinggal mereka. Kambing atau sapi kemudian disembelih untuk dibagikan kepada warga dan fakir miskin.
Terkadang daging hasil sembelihan dimasak untuk dinikmati bersama-sama. Ada juga yang masak daging di rumah untuk kemudian dibawa ke masjid untuk dimakan bersama-sama
Tradisi meugang secara signifikan telah mempererat tali silaturahim warga. Selain itu, tradisi meugang menjadi bentuk rasa syukur masyarakat Aceh atas datangnya Idul Fitri.
Amir Hamzah, tokoh masyarakat Aceh, mengatakan tradisi meugang dulunya dikenal dengan nama makmeugang. Dalam situs Acehfeature.org yang dikutip Melayuonline, Amir mengatakan 'gang' dalam bahasa Aceh berarti pasar dimana terdapat pedagang daging yang menggantung daging-daging barang dagangan mereka.
Sedang 'makmu' memiliki arti 'makmur sekali pasar itu'. Makmur karena pasar menjadi ramai pada hari menjelang Idul Fitri. Dari dua kata itu, jadilah kata 'makmeugang' yang kini menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh.
Dari segi sejarah, situs wikipedia menyebut tradisi meugang sudah berlangsung ratusan tahun sejak masa Kerajaan Aceh. Pada periode 1607 -1636, Sultan Iskandar Muda saat itu memotong hewan dalam jumlah banyak. Dagingnya dibagikan secara gratis kepada seluruh rakyatnya sebagai rasa syukur atas kemakmuran rakyatnya dan rasa terima kasih kepada rakyatnya.